TEMPO.CO, Pekanbaru - Peringatan Hari Antikorupsi Internasional di Provinsi Riau dibanjiri kritik dan aksi unjuk rasa dari sejumlah elemen masyarakat. Penyebabnya, sejumlah kasus korupsi di Riau yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap belum tuntas karena tidak satu pun menyentuh korporasi pelaku suap sejumlah pejabat Riau yang dibui.
"Persoalan korporasi belum tuntas, tidak satupun korporasi jahat disentuh oleh penegak hukum," kata Koordinator Aksi Masa dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Muhammad Ali, saat menggelar aksi demo di Tugu Zapin, Pekanbaru, Riau, Kamis, 8 Desember 2016.
Menurut Ali, penegakan hukum kasus korupsi di sektor kehutanan dianggap belum adil. Sebab kata dia, KPK hanya menjerat enam pejabat Riau yang menerima suap dari korporasi. "Korporasi sebagai aktor pemberi suap hingga kini belum tersentuh," katanya.
Ali mengatakan sepanjang 2008 hingga 2016 KPK menangani korupsi perizinan IUPHHKHT/RKT yang menjerat enam pejabat Riau. Mereka adalah Bupati Pelalawan Azmun Jafar, Bupati Siak Arwin AS, Dua Kepala Dinas Kehutanan Riau Asral Rachman dan Burhanudin Husin serta Gubernur Rusli Zainal dan Annas Maamun.
Para terpidana kata dia, divonis bersalah karena menerbitkan izin di atas hutan alam. Perbuatan itu merugikan keunganan negara hingga memberikan keuntungan untuk korporasi Rp1,3 Triliun.
"Ini untuk keadilan bagi keenam pejabat Riau yang menjadi terpidana penerbitan izin hutan alam untuk hutan tanam industri. Mereka telah menjalani hukuman di tengah korporasi masih menikmati harta kekayaan dari merusak hutan alam Riau," ucapnya.
Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari Okto Yugo dalam kesempatan itu mengatakan, sebanyak 20 korporasi secara terang benderang terlibat dalam perkara kehutanan yang memenjarakan enam pejabat Riau itu. Namun hingga kini tidak satu pun disentuh penegak hukum. Ia menuding, kuatnya finansial para pengusaha menjadi faktor utama melemahkan hukum. "Korporasi jahat, hukum saja, karena hukum tidak mengenal siapa," ujarnya.
Jikalahari kata dia, sudah melaporkan 20 perusahaan dalam perkara itu ke Komisi Anti Korupsi. Adapun perusahaan tersebut yakni PT Selaras Abadi Utama, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, PT Satria Perkasa Agung, PT Mitra Hutani Jaya, PT Triomas FDI, PT Madukoro, , CV Alam Lestari, CV Tuah Negeri, PT Putri Lindung Bulan, CV Harapan Jaya, CV Bhakti Praja Mulia, CV Mutiara Lestari, PT Balai Kayang Mandiri, PT Rimba Mandau Lestari dan PT National Timber and Forest.
Okto menjelaskan, peran perusahaan dalam kasus tersebut sangat terang benderang, menyusul putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan gugatan perdata Kementerian Lingkungah Hidup dan Kehutanan PT Merbau Pelalawan Lestari dengan denda Rp 16 triliun. "Ini adalah bukti keterlibatan korporasi," ujarnya.
Di hari Anti Korupsi yang digelar di Pekanbaru ini, Jikalahari membentangkan spanduk sepanjang 60 meter di bundaran Tungu Zapin mendesak KPK menuntaskan kasus kehutanan yang melibatkan korporasi. Hari ini kata Okto, sekaligus memperingati delapan tahun KPK memberikan hak istimewa untuk korporasi perusak hutan di Riau. "Dua puluh korporasi harus di proses hukum jika kita ingin korupsi hilang di Riau," tuturnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi menunjuk Provinsi Riau sebagai tempat peringatan hari anti korupsi internasional. Sejumlah seminar bertemakan anti korupsi digelar di sekolah maupun di instansi pemerintahan. Presiden Joko Widodo beserta sejumlah pejabat negara di jadwalkan hadir memperingati hari anti korupsi di Raiau.
Jokowi dijadwalkan bakal meresmikan tugu anti korupsi serta sejumlah proyek pembangunan jalan tol lintas Sumatera Pekanbaru - Dumai dan PLTU Tenayan Raya di Pekanbaru.
RIYAN NOFITRA