INFO NASIONAL - Kata-kata itu kedengaran usang, memang. Tetapi siapa yang bisa menyatakan bahwa kalimat itu salah? Sampai-sampai di zaman pemerintahan Bung Karno, pemerintah membuat simbol sebuah sapu lidi. Sapu itu terdiri dari banyak lidi yang disatukan. Bisa diibaratkan sapu lidi itu adalah bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak suku bangsa. Ketika kita bersatu sebagaimana gambaran sapu lidi itu, maka di bawah komando Bung Karno, Indonesia cukup kuat untuk mengusir penjajah dan berhasil merdeka.
Bagaimana kalau ikatan lidi-lidi itu kendor lalu lidinya berantakan? Kuatkah lidi-lidi itu menyapu sampah? Kuatkah kita sebagai suku bangsa mengusir penjajah? Bisakah kita merdeka? Belum tentu, karena kekuatan kita akan melemah. Itulah gunanya mengapa kita perlu bersatu. Di zaman sekarang kalimatnya beda lagi, tetapi esensinya sama. “NKRI adalah harga mati.”
Baca Juga:
Begitulah sebagai bangsa, sepertinya ikatan kita mulai terasa mengendor. Maka, Gerakan Indonesia Bersatu kembali dicanangkan. Gerakan ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang dikomandoi Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Gerakan Indonesia Bersatu bertujuan meningkatkan perilaku yang mendukung kehidupan demokrasi di mayarakat, meningkatkan kehidupan yang harmonis di masyarakat tanpa ada diskriminasi terhadap kaum minoritas dan marjinal. Selain itu, Gerakan Indonesia Bersatu juga bertujuan untuk meningkatkan inisiatif dan peran masyarakat dalam pembangunan Indonesia, serta untuk meningkatkan kesadaran nasionalisme dan memperkuat jati diri bangsa Indonesia.
Dalam sejarah Indonesia Merdeka, kehidupan bangsa Indonesia pernah diwarnai sejumlah konflik. Diantaranya, konflik berbau agama paling tragis yang meletup pada tahun 1999 silam. Konflik dan pertikaian yang melanda masyarakat Ambon-Lease sejak Januari 1999, telah berkembang menjadi aksi kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan menghancurkan semua tatanan kehidupan bermasyarakat.
Baca Juga:
Konflik tersebut kemudian meluas dan menjadi kerusuhan hebat antara umat Islam dan Kristen yang berujung pada banyaknya orang meregang nyawa. Kedua kubu berbeda agama ini saling serang dan bakar membakar bangunan serta sarana ibadah. Kerusuhan yang merusak tatanan kerukunan antar umat beragama di Ambon itu berlangsung cukup lama sehingga menjadi isu sensitif hingga saat ini.
Bagi sejumlah pemuda di Cirebon momentum ini digunakan untuk saling bantu membantu agar perayaan kedua hari raya tersebut berjalan dengan lancar. Sugianto, seorang anggota dari organisasi masyarakat bernama Pelita (Pemuda Lintas Agama) mengatakan dirinya dan beberapa pemuda anggota lainnya membantu perayaan Maulid Nabi di sebuah universitas di Cirebon, meski bukan penganut agama Islam. “Dalam membantu itu kita menyiapkan segala sesuatunya, baik angkut-angkut kursi, soundsystem (sistem suara), perlengkapan lain seperti dekorasi, lalu dalam hal ini juga kita berbagi tugas soal parkiran,” kata Sugianto.
Di lain pihak, pemuda yang beragama Islam juga membantu umat Kristen mempersiapkan acara untuk Natal. “Udah dua hari ini bantu-bantu, nyiapin persiapan Natal. Itu bentuk dari kegiatan sosial karena Pelita kan orientasinya menjaga kerukunan umat beragama, di bidang sosialnya, bukan teologinya,” ucap Haryono yang juga tergabung dalam Pelita. (*)