TEMPO.CO, Surabaya - Penasehat hukum Dahlan Iskan meminta mejelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya mencabut status kliennya sebagai tahanan kota menyusul surat penahanan kliennya berakhir hari ini, Selasa, 6 Desember 2016.
Ketua tim penasehat hukum Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, pencabutan itu diajukan dengan mempertimbangankan aspek kesehatan kliennya. "Tadi kami sudah menyampaikan permohonn itu kepada majelis hakim supaya Pak Dahlan tidak perlu ditahan lagi sebagai tahanan kota," kata Yusril seusai mendampingi kliennya dalam sidang perkara dugaan korupsi penjualan aset milik BUMD Provinsi Jawa Timur, PT Panca Wira Usaha, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa.
Baca: Sidang Dahlan Iskan, Jaksa Bacakan 22 Lembar Surat Dakwaan
Menurut Yusril, kliennya yang merupakan pasien transplantasi hati itu perlu melakukan pengobatan dan perawatan ke luar negeri. Dengan status tahanan kota, kata dia, kliennya otomotis tidak bisa berobat ke luar negeri. Karena itu pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung supaya pencegahan kliennya ke luar negeri dicabut
Sementara itu ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang menyidangkan perkara Dahlan, Tahsin, belum memberikan jawaban atas permintaan yang diajukan tim penesahat hukum Dahlan.
Baca: Mulai Disidang, Dahlan Iskan Didampingi Puluhan Sahabat
Dalam perkara ini Dahlan menunjuk sebanyak 16 orang, termasuk Yusril, untuk mendampinginya di persidangan. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menahan dan menetapkan tersangka Dahlan pada 27 Oktober 2016. Dahlan sempat ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya di Medaeng, Waru, Sidoarjo, beberapa hari sebelum kemudian statusnya dialihkan menjadi tahan kota karena pertimbangan kondisi kesehatan yang bersangkutan.
Sidang hari ini mengendakan pembacaan surat dakwaan. Dalam surat dakwaan itu, jaksa penuntut umum menyatakan bahwa Dahlan selaku Dirut Utama PT PWU 2000-2010 dinilai menyalahgunaan jabatan atau wewenangnya sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau sebuah korporasi. Akibatnya, negara rugi senilai Rp 11 miliar.
Jaksa juga menilai mekanisme penjualan aset PT PWU tidak sesuai prosedur dan nilai jualnya di bawah nilai jual objek pajak (NJOP). Menurut jaksa, penjualan dua aset PT PWU di Kediri dan Tulungagung juga tidak ada persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur dan Keputusan Gubernur Jawa Timur saat itu.
Atas perbuatannya itu, Dahlan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
NUR HADI