TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, penahanan terhadap tersangka kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama, bukanlah hal yang mutlak. Hal itu dikemukakan Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa, 6 Desember 2016. Desmond Junaedi Mahesa yang memimpin rapat kerja mempertanyakan alasan kejaksaan tidak menahan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Yang bersangkutan (Ahok) kooperatif. Ini yang kami dengar dari Polri," kata Prasetyo dalam rapat kerja di Gedung DPR, di Senayan, Jakarta. Prasetyo juga mengatakan, pertanyaan serupa seharusnya diajukan pula ke kepolisian, yang juga tidak menahan Ahok.
Prasetyo menjelaskan, ada kepentingan lebih besar kenapa Ahok tidak ditahan. "Yaitu Pilkada," ujarnya. Menurut dia, penanganan perkara Ahok sebenarnya sudah menyimpang dari kebijakan yang diterapkan oleh kepolisian. Sesuai kebijakan itu, bila seorang tersangka sedang menghadapi Pilkada, maka proses hukum ditunda terlebih dahulu. "Tapi ini tetap dilaksanakan," ujar Prasetyo.
Selain itu, kata Prasetyo, ada prosedur standar, yakni bila penyidik kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap tersangka, maka kejaksaan pun akan melakukan hal serupa. "Kami hargai apa yang dilakukan Polri," tuturnya.
Ahok menjadi tersangka atas ucapannya di Kepulauan Seribu terkait surat Al-Maidah ayat 51 yang dianggap menodai agama islam. Berkas perkaranya pun telah dinyatakan P-21 atau lengkap. Pengadilan Negeri Jakarta Utara pun akan menggelar sidang perdana Selasa pekan depan.
Tidak ditahannya Ahok menimbulkan protes dari kalangan umat Islam. Jutaan massa dari berbagai daerah datang ke Jakarta pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016 lalu menuntut Ahok ditahan. *
AHMAD FAIZ