TEMPO.CO, Surabaya - Sebanyak 18 negara berkumpul di Kota Surabaya untuk membahas pencegahan terorisme. Acara internasional yang bertajuk East Asia Summit Regional Seminar for Capacity Building to Prevent and Counter Violent Extremism ini digelar di Hotel JW Marriot Surabaya pada 5-6 Desember 2016.
East Asia Summit (EAS) dihadiri perwakilan lembaga pemerintah dan non-pemerintah dari negara peserta. Selain 10 negara ASEAN, kegiatan itu dihadiri Amerika Serikat, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, Cina, Rusia, dan Selandia Baru. Hadir pula perwakilan dari kementerian, lembaga, akademikus, serta organisasi kemasyarakatan.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Jose Tavares mengatakan Surabaya layak dijadikan lokasi acara. Sebab, selama ini acara serupa hanya digelar di Jakarta dan Yogyakarta. “Surabaya satu contoh terbaik untuk menunjukkan kepada dunia bahwa dengan keberagaman budaya bisa saling menghargai dan hidup berdampingan,” kata Jose seusai pembukaan East Asia Summit di Hotel JW Marriot, Surabaya, Senin, 5 Desember 2016.
Menurut Jose, pencegahan merupakan kunci utama dalam menyelesaikan permasalahan terorisme di dunia. Karena itu, peserta seminar membahas nilai-nilai yang moderat dan penuh toleran untuk mencegah dan memberantas terorisme serta ekstremisme dengan kekerasan. “Hal ini harus dilakukan secara kolektif antarnegara. Tidak bisa satu negara saja,” tuturnya.
Nantinya, rekomendasi hasil diskusi para pakar ini akan dibawa ke agenda East Summit Leader tahun depan, yang dihadiri para kepala negara dari negara-negara forum EAS ini. Dalam kegiatan itu, ujar Jose, para peserta akan sharing untuk menjamin keamanan di antara satu negara dan negara lain.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan Pemerintah Kota Surabaya memiliki banyak program sebagai upaya pencegahan aksi teror dan ekstremisme. Salah satunya pengamanan swakarsa yang dilakukan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. Ada pula program kemitraan antara polisi dan masyarakat (FKPM) serta kompetisi lomba cipta kampung aman. “Beberapa program itu telah terbukti mampu mengurangi angka kriminalitas di Surabaya, utamanya di kampung-kampung,” kata Risma.
Risma menjelaskan, aksi ekstremisme mayoritas berawal dari kemiskinan dan kesendirian. Karena itu, pemerintah Surabaya berupaya membangun masyarakat toleran yang terdiri atas berbagai etnis.
Namun, mereka mau membaur dan bersama-sama membangun kota, sehingga hal itu sangat berdampak positif pada keamanan kota serta menjamin keberlangsungan perekonomian. “Sekarang kami sedang mendata warga yang kena PHK (pemutusan hubungan kerja), karena dalam kondisi bingung apa pun bisa terjadi. Kami juga merapatkan barisan dengan kepolisian, ulama dan masyarakat,” ujarnya.
MOHAMMAD SYARRAFAH