TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdullah Ubaid Matraji mengatakan sependapat dengan perubahan ujian nasional (UN) menjadi ujian sekolah berbasis nasional (USBN). Namun ia menilai USBN tidak boleh dijadikan tujuan akhir pendidikan.
“USBN adalah bagian dari proses pembelajaran, bukan hasil akhir, apalagi menentukan kelulusan sebagaimana UN,” ujar Ubaid dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 4 Desember 2016.
Ubaid menekankan agar USBN mampu menjadi pemacu perluasan akses menuju program wajib belajar 12 tahun. Alasannya, apabila siswa tidak mencapai wajib belajar 12 tahun akan terhalang untuk mencapai pendidikan di tingkat lanjut. Serta menjadi persoalan tersendiri dari program 12 tahun wajib belajar sesuai Nawacita tersebut.
Ubaid mendesak USBN mengacu pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Ia mengatakan dalam peraturan itu tertulis bahwa evaluasi hasil belajar dilakukan oleh pendidik. Ia memaknai kedaulatan evaluasi adalah di tangan guru di sekolah.
Namun, merujuk pada peraturan tersebut guru tidak boleh memberikan penilaian yang asal. “Apabila guru asal meluluskan, guru yang dibenahi,” ujar dia. Sehingga USBN tidak boleh terpisah dari ujian nonteori seperti praktek, bakat, dan karakter siswa. Artinya semua komponen harus dievaluasi.
Ubaid mengimbau agar USBN jauh dari praktek kecurangan dan korupsi. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Namun tetap harus melibatkan partisipasi dari pihak-pihak yang independen.
Nasib UN kini di tangan presiden lantaran belum ada instruksi presiden yang keluar. Ubaid mendorong selama masa moratorium maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus memperbaiki beberapa komponen standard pendidikan nasional. Di antaranya isi, proses, kompetensi kelulusan, tenaga pendidikan dan kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.
DANANG FIRMANTO