TEMPO.CO, Jakarta – Gerakan Selamatkan Negara Kesatuan Indonesia (GSNKRI) menyatakan langkah mereka yang ingin mengembalikan Indonesia kepada Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat dikatakan sebagai upaya makar.
Menurut anggota GSNKRI, Gde Siriana, suatu gerakan dapat dikatakan makar jika dilakukan secara tertutup dan tersembunyi. “Sedangkan kami melakukannya secara terbuka di hadapan publik,” kata Gde melalui siaran pers yang diterima Tempo, Jumat, 2 Desember 2016.
Menurut Gde, Polri melakukan tindak pidana kriminal karena menangkap orang-orang yang akan menyatakan pendapat. Gde menerangkan, pihaknya menginginkan Presiden Joko Widodo kembali ke aturan UUD 1945.
Gerakan yang diketuai Rachmawati Soekarnoputri itu, kata Gde, berharap agar Presiden Jokowi diganti jika tak mau menuruti tuntutannya.
Saat ditanya apakah artinya ada rencana mengkudeta pemerintahan Jokowi atau berbuat makar, Gde menepisnya. Menurut dia, kudeta dan makar hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berada di dalam kekuasaan itu sendiri.
“Rakyat hanya menghendaki kembali ke UUD 1945. Kalau Jokowi tidak mau, kurang-lebih nanti seperti pergantian Soeharto tahun 1998,” tuturnya.
Polisi telah menangkap Rachmawati di kediamannya pada Jumat pagi. Selain Rachmawati, sembilan tokoh dan aktivis ditangkap polisi, di antaranya musikus Ahmad Dani, purnawirawan TNI Kivlan Zein, Sri Bintang Pamungkas, serta Adhityawarman.
Gde menyatakan akan melakukan upaya hukum untuk membebaskan pimpinannya itu beserta tokoh-tokoh lainnya. “Untuk sementara waktu, saya dan Lily Wahid akan mengambil alih tongkat komando GSNKRI,” ujar Gde. Lily Wahid merupakan saudara Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Baca:
Yusril Ajukan Diri Jadi Kuasa Hukum Tertuduh Makar
Diduga Makar, Ini Kondisi Rachmawati di Markas Brimob
Polri Sebut 10 Orang Ditangkap Karena Permufakatan Jahat
DEWI SUCI RAHAYU