TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Militer Kolonel Deddy Suryanto disindir oleh koleganya saat mengetok palu dalam membaca putusan pengadilan kasus korupsi alat utama sistem persenjataan 2010-2014 yang melibatkan mantan Kepala Bidang Pelaksanaan Pembiayaan Kementerian Pertahanan Brigjen Teddy Hernayadi. "Nafsu sekali ketok palunya," kata Deddy mencontohkan omongan rekannya Kamis 1 Desember 2016 di Pengadilan Militer Jakarta II, Cakung, Jakarta.
Deddy mengaku ia memang sangat keras mengetok palu saat memvonis Teddy hukuman penjara seumur hidup pada Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Rabu lalu. Majelis Hakim Ketua sidang itu mengatakan hukuman itu memang dianggap timnya paling pas untuk Teddy. "Ini pekerjaan rutin, niat kami baik. Insya Allah dipertanggungjawabkan dunia akhirat lah," katanya.
Sebelumnya, sidang putusan Teddy digelar terbuka untuk umum di Pengadilan Militer II, Cakung Jakarta Timur. Teddy dinyatakan terbukti bersalah dalam korupsi senilai US$ 12,4 juta Dolar atau Rp 150 miliar. Ia dihukum penjara seumur hidup oleh majelis hakim. Vonis itu jauh di atas tuntutan jaksa yang menuntut Teddy 12 tahun penjara.
Majelis hakim juga memerintahkan Teddy,yang belakangan sempat menjabat Direktur Keuangan Angkatan Darat dan Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Darat, mengembalikan dana itu kepada pemerintah. Teddy boleh banding untuk melawan putusan tersebut.
Deddy mengatakan beberapa hari sebelum sidang putusan, ia sempat membaca sebuah artikel di salah satu koran nasional yang membuatnya terenyuh. Tulisan itu bercerita tentang Indonesia yang pernah mengalami krisis ekonomi. Sejak masa itu, Indonesia sulit sekali melepas krisis hingga sekarang."Faktor utama Indonesia masih alami krisis ekonomi ini ya korupsi," kata Deddy.
Ia menambahkan, daya saing Indonesia yang sering kalah dengan negara tetangga pun terjadi bukan karena sumber daya manusia Indonesia yang kurang, namun karena masih adanya budaya korupsi. Di militer, kata Deddy, terasa betul bagaimana kurangnya alutsista. "Kalau alutsista bagus, pasti bisa menangkap para pencuri ikan di lautan Indonesia. Korupsi ini memang sudah seperti kanker," kata pria yang pernah tugas operasi darurat militer di Aceh.
Tulisan tersebut kata Deddy yang memotivasi dirinya untuk bersikap tegas terhadap perkara korupsi. Terlebih perilaku korupsi dalam institusi TNI. "TNI harus berani bersih-bersih. Jadilah TNI yang dicintai oleh rakyatnya. Nah sekarang utamanya perangi korupsi," katanya.
Deddy menjelaskan perkara korupsi alutsista ini menyita banyak waktu. Masalahnya, ada 55 saksi yang meminjam uang pada Teddy, yang harus dimintai keterangan. Sebanyak 40 diantaranya berasal dari kalangan sipil. Sayangnya, banyak sekali saksi sipil yang tidak hadir ke persidangan setelah dipanggil 5-7 kali.
Selain itu Deddy pun dikejar-kejar batas waktu untuk selesaikan kasus masa penahan terdakwa yang terjadwal habis saat sidang putusan Rabu lalu. "Kalau sidang tidak selesai Rabu lalu, terdakwa bebas demi hukum," katanya.
MITRA TARIGAN