TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo tidak sepaham dengan Majelis Ulama Indonesia soal perlunya digelar rujuk nasional selain rembug nasional terkait situasi politik yang memanas pasca demo 4 November. Menurut Presiden Joko Widodo, rujuk hanya perlu dilakukan jika ada situasi pertengkaran.
"Lah, yang berantem itu siapa? Rujuk itu kan kalau ada yang berantem," ujar Presiden Joko Widodo usai menjamu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar di Istana Kepresidenan, Selasa, 29 November 2016.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia menggagas pertemuan rujuk nasional untuk menghilangkan kecurigaan dan prasangka yang ada pascademo 4 November 2016. Sebagaimana diketahui, sebelum dan sesudah demo tersebut, ada kecurigaan bahwa pemerintah melindungi calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait kasus penistaan agama.
Ma'ruf meminta rujuk nasional itu digelar secepatnya. Apabila memungkinan, acara rujuk itu digelar bersamaan dengan rembug nasional yang akan digelar seusai kegiatan 2 Desember di Monas.
Jokowi menganggap rujuk nasional itu tidak perlu karena ia yakin hubungan pemerintah dengan organisasi-organisasi Islam, tak terkecuali MUI, baik-baik saja. Lagipula, kata ia, dirinya sudah sering menggelar pertemuan dengan organisasi-organisasi Islam tersebut.
"Ketemu MUI sudah, Ketemu Nahdlatul Ulama sudah, ketemu Muhammadiyah sudah. Baik-baik aja kan. Saya mengingatkan kepada mereka kalau kita ini bangsa yang majemuk, jadi harus dijaga," tuturnya.
ISTMAN MP