TEMPO.CO, Mojokerto - Komisi Lingkungan Hidup DPR RI meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memeriksa dugaan penimbunan tanah dengan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di pabrik pengolah limbah B3, PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA), di Desa Lakardowo, Jetis, Mojokerto, Jawa Timur. “Kami mendorong agar dibor dan diambil sampel tanahnya untuk membuktikan penimbunan limbah B3,” kata anggota Komisi VII DPR RI, Mat Nasir, Senin, 28 November 2016.
Menurut Nasir, tim Komisi VII DPR bersama Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup telah berdialog dengan warga Desa Lakardowo dan manajemen PT PRIA pada 24 November 2016. Nasir mengatakan pembuktian atas dugaan penimbunan limbah B3 tanpa izin dan prosedur yang benar oleh PT PRIA ini sangat penting. Sebab, rembesan dari limbah yang ditimbun sejak 2010 itu diduga kuat telah mencemari air tanah di sumur warga dalam satu tahun terakhir.
“Tinggal nanti saksi menunjukkan tempat yang pasti (untuk dibor) agar pas,” ujar politikus Partai Demokrat ini.
Warga yang pernah bekerja di PT PRIA, Heru Siswoyo alias Sarpan, mengaku tahu betul proses penimbunan B3 itu. “Saya orang yang mengamankan alat berat yang digunakan untuk menimbun limbah B3,” tuturnya.
Sarpan menjadi pekerja lepas di PT PRIA selama 3,5 tahun dari 2010 sampai 2014. Setelah itu, ia keluar karena aktivitas PT PRIA dianggap merugikan tanah kelahirannya. Menurut dia, penimbunan dilakukan malam hari.
Ia bercerita, dulu lahan yang akan dibangun pabrik PT PRIA berupa perkebunan pohon jati yang dibeli dari warga Surabaya. “Kontur tanahnya berceruk atau bergelombang, lalu diuruk dan diratakan dengan limbah B3 dan tanah,” tuturnya. Beberapa titik penimbunan sekarang di atasnya sudah dibangun pabrik PT PRIA.
Sarpan bersama masyarakat Desa Lakardowo yang masih peduli membentuk komunitas Pendowo Bangkit dan Kelompok Perempuan Peduli Lakardowo untuk memprotes pelanggaran pengelolaan limbah B3 PT PRIA. Sejak awal 2016, masyarakat didampingi Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya.
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mendesak Kementerian mengebor untuk membuktikan adanya penimbunan limbah B3 di area pabrik PT PRIA. “Sejak dulu kami minta itu. Tapi Kementerian dan pihak terkait terkesan menghindar.”
Menurut Prigi, sebelumnya, tim Direktorat Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah menyelidiki dugaan pencemaran. Sampel air di sumur pantau PT PRIA dan sumur warga telah diambil, tapi tidak sampai mengambil sampel tanah. Kandungan sampel tanah akan membuktikan apakah mengandung limbah B3 atau tidak. “Berdasarkan kesaksian warga, kami percaya ada penimbunan limbah B3 yang telah mencemari air tanah warga.”
Bos PT PRIA, Tulus Widodo, membantah ada penimbunan limbah B3 di dalam tanah yang kini sudah berdiri pabrik. “Tidak ada penimbunan limbah.”
Tulus mengakui ada perataan tanah. Namun tanah itu diuruk menggunakan tanah dari Desa Sidorejo. Bahkan, menurut dia, warga juga diberi kesempatan mengawasi jika ada pelanggaran. “Satu kali sepekan perwakilan warga kami beri kesempatan untuk melihat.”
ISHOMUDDIN