TEMPO.CO, Pangkal Pinang - Peristiwa yang dialami muslim Rohingya di Myanmar mendapat perhatian serius Dewan Pimpinan Pusat Generasi Muda Budhis (Gemabudhi) Indonesia. Peristiwa tersebut dinilai bukanlah konflik agama antara umat Buddha dan umat Islam, melainkan murni kejahatan kemanusiaan.
“Kami bersama pengurus di DPP Gema Mathla’ul Anwar sudah mengeluarkan pernyataan sikap terkait dengan peristiwa ini. Konflik di Myanmar bukanlah konflik agama, melainkan murni kejahatan kemanusiaan yang dilakukan kelompok tertentu di Myanmar,” ujar Ketua Umum Gemabudhi Indonesia Bambang Patijaya kepada Tempo, Kamis, 24 November 2016.
Bambang mengatakan Gemabudhi bersama Gema Mathla’ul Anwar menolak segala bentuk provokasi yang dilakukan kelompok tertentu untuk memperluas dan memindahkan konflik Myanmar ke Indonesia dengan membenturkan umat Islam dengan umat Buddha di Indonesia.
“Kita menyadari bahwa konflik tersebut bersifat kompleks terkait dengan wilayah perbatasan, loyalis warga negara, dan latar belakang sejarah yang berbeda. Untuk itu, kita mendesak pemerintah Myanmar sesegera mungkin menghentikan aksi kejahatan kemanusiaan di negaranya dengan menggunakan metode soft resolution conflict,” katanya.
Bambang menambahkan, umat Islam dan Buddha di Indonesia harus tetap memelihara kerukunan, toleransi, serta bersatu padu menolak dan mengutuk segala bentuk tindak kejahatan kemanusiaan. Masyarakat juga diimbau untuk dapat menyaring informasi yang beredar melalui media sosial agar tidak terprovokasi menyebarkan kebencian.
Dia berharap kepolisian menindak tegas pihak-pihak yang sengaja memperkeruh suasana dengan membenturkan umat Islam dengan umat Buddha di Indonesia. Dalam waktu dekat, kata Bambang, Gemabudhi dan Gema Mathla’ul Anwar akan menyampaikan keprihatinan atas peristiwa ini di Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta.
SERVIO MARANDA