INFO NASIONAL - Penerapan Peraturan Daerah (Perda) Zakat di Jawa Barat dapat menjadi gerakan taat zakat. Sebagai provinsi dengan penduduk muslim terbesar di Indonesia, potensi zakat di Jawa Barat ditengarai mencapai lebih dari Rp1 triliun per tahun.
“Sayangnya, kesadaran membayar zakat masih rendah,” kata Ketua MUI Jawa Barat Rachmat Syafei saat menghadiri Seminar Urgensi Perda Zakat untuk menjadikan Jawa Barat sebagai Provinsi Taat Zakat, di Gedung Sate, Rabu, 23 November 2016.
Baca Juga:
Berdasarkan data MUI, saat ini kesadaran berzakat di Jawa Barat hanya sekitar 10 persen. “Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat berzakat dibutuhkan Perda yang khusus memayungi aturan mengenai lembaga yang khusus menangani zakat, juga soal penyalurannya,” ujar Rachmat.
Perda zakat ini, menurut Rachmat, dinilai mendesak guna memperkuat keberadaan Undang-Undang Zakat, sehingga nanti petugas zakat di bawah Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) akan lebih kuat dan mudah mengembangkannya. Perda ini akan mengatur sekaligus memberikan kenyamanan bagi para muzaki, yang dilindungi undang-undang dari pemerintah pusat, juga oleh regulasi kedaerahan.
Ketua Baznas Jawa Barat Arif Ramdani mengatakan zakat merupakan instrumen penting dalam memudarkan kesenjangan sosial. “Kesenjangan harus dikendalikan agar tidak terlalu ekstrem dan menimbulkan ekses-ekses sosial,” katanya.
Baca Juga:
Dengan besarnya potensi zakat di Jawa Barat, Arif menilai perlunya aturan yang lebih komprehensif guna mengoptimalkan zakat dari penghimpunan hingga pengelolaannya.
“Forum ini mengeksplorasi langkah provinsi membuat Perda. Kalau perlu, ditindaklanjuti apa yang perlu diatur, supaya tidak bertentangan dengan aturan lainnya,” ucapnya.
Pakar hukum tata negara Universitas Padjadjaran, Ina Zunaena, menambahkan, peraturan itu dapat berbentuk peraturan gubernur atau Perda kota/kabupaten. “Perda bisa dibuat bentuk Pergub atau Perbub atau Perwal jika di kota dan kabupaten,” tuturnya.
Ina menjelaskan, jika aturan tentang zakat ada di pemerintah pusat dan bersifat absolut, pemerintah pusat dapat membagi urusan ini dengan daerah. Kewenangan sekarang masih ke kepala daerah dan itu pun terbatas, yakni pengawasan pembinaan semata.
“Saran saya, urgensi Perda zakat ini dapat dipetakan untuk kebutuhan apa, pilihan bentuk hukumnya seperti apa, serta kajian Baznas dan pemerintah dari sisi mana,” ujar Ina. (*)