TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin redaksi dan penulis tabloid Obor Rakyat Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyosa akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim yang menjatuhi mereka hukuman pidana delapan bulan penjara. Menurut pengacara mereka, Hinca Panjaitan, pernyataan banding itu langsung mereka ajukan sesaat usai vonis hakim dijatuhkan.
“Pernyataan banding itu disampaikan oleh para terdakwa. Setelah berkonsultasi dengan kuasa hukumnya yaitu saya, mereka langsung menyatakan, ‘kami menolak putusan ini dan menyatakan banding’,” ujar Hinca Panjaitan saat dihubungi Tempo, Rabu, 23 November 2016.
Baca: Obor Rakyat Menyasar Pondok Pesantren, Ini Alasannya
Hinca menambahkan, tuntutan banding itudiajukan karena secara umum, dari dakwaan majelis hakim yang dibacakan, mereka melihat bahwa majelis hakim tidak memperhatikan beberapa fakta-fakta di persidangan. “Terutama yang diberikan oleh keterangan ahli yang diajukan di muka persidangan,” ucap dia.
Namun, memori banding baru akan mereka susun setelah mendapat salinan putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Karena sampai sekarang salinan tersebut belum mereka terima. “Kalau normalnya sih sekitar dua minggu, dan kamipunya waktu 40 hari, untukmembuat memori bandingnya,” kata Hinca.
Pengajuan banding itu bermula pada Selasa, 22 November lalu Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis delapan bulan penjara kepada Pemimpin Redaksi Obor Rakyat Setiyardi Budiono. Majelis hakim juga menjatuhkan vonis delapan bulan penjara kepada penulis Obor Rakyat, Darmawan Sepriyosa.
Baca: Obor Rakyat Bikin Berita Mengandalkan Media Sosial
Jaksa mendakwa keduanya sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atas pencemaran nama baik dan penghinaan terhadap Joko Widodo atau Jokowi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu. Keduanya dilaporkan ke polisi karena dianggap melakukan kampanye hitam terhadap Jokowi pada masa kampanye Juni-Juli 2014, melalui pemberitaan mereka. Seperti saat Obor Rakyat terbit pertama kali pada Mei 2014 mengangkat judul 'Capres Boneka' dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri.
Obor Rakyat juga menyebut Jokowi sebagai keturunan Tionghoa dan kaki tangan asing. Dalam waktu singkat tabloid ini heboh di kalangan masyarakat pada masa itu. Baru pada 4 Juni 2014, tim pemenangan capres dan cawapres Jokowi-JK melaporkan tabloid itu ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu).
Tak kapok, Obor Rakyat kembali menerbitkan tabloid berjudul '1001 Topeng Jokowi'. Bawaslu kemudian mengumpulkan tabloid tersebut sebagai bukti, dan melimpahkan perkara itu ke Bareskrim Mabes Polri. Untuk melengkapi berkas penyidikan, Jokowi yang saat itu telah mundur sebagai gubernur dan belum dilantik sebagai presiden diperiksa sebagai saksi. Pada bulan Januari 2015, Kejagung menyatakan berkas perkara tabloid Obor Rakyat sudah lengkap.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum Erwin Indraputra menyatakan kedua tersangka melakukan pidana pencemaran nama baik dan menuntut dengan hukuman satu tahun penjara. Namun Majelis Hakim Sinung Hermawan menjatuhkan hukuman delapan bulan penjara.
DESTRIANITA