TEMPO.CO, Jakarta - Penduduk Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, resah. “Sekarang, kalau mandi pakai air sumur, terasa gatal-gatal, apalagi anak-anak,” kata warga Dusun Kedungpalang, Desa Lakardowo, Siti Mutoharoh, Rabu, 23 November 2016.
Mereka menduga air sumur mereka tercemar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). “Terpaksa kami beli air galon untuk air minum dan memasak.” Padahal biasanya mereka menggunakan air sumur untuk kebutuhan mandi, minum, dan masak.
“Satu galon harganya Rp 4.000 untuk dua hari,” ucap Siti, yang tinggal dengan suami dan seorang anaknya. Jika jumlah anggota keluarganya banyak, kebutuhan air galon semakin besar.
Menurut Siti, anaknya, Rehan, 5 tahun, pernah mengalami gatal-gatal di sekujur tubuhnya. “Yang paling merasakan anak-anak. Kalau yang dewasa, mungkin lebih tahan.”
Siti tinggal bersama puluhan kepala keluarga lain di Dusun Kedungpalang yang hanya berjarak 100-200 meter dari pabrik PT PRIA. PRIA adalah perusahaan penampung dan pemanfaat limbah B3 yang dihasilkan dari berbagai jenis industri di Jawa Timur.
Warga menduga sumur mereka tercemar rembesan limbah atau lindi limbah B3 ribuan ton yang pernah ditimbun di lahan yang akan dibangun pabrik PT PRIA pada 2010. Limbah B3, baik padat maupun cair, tersebut ditimbun di sebuah ceruk atau jurang 20 meter untuk meratakan lahan yang akan dibangun pabrik. Selang beberapa tahun kemudian, warga merasakan ada perubahan kualitas air sumur, yang diduga tercemar rembesan limbah.
“Sudah ada 342 warga yang menderita iritasi dan gatal-gatal, mayoritas anak-anak,” ujar Ketua Kelompok Perempuan Peduli Lakardowo, Sutama.
Direktorat Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah menguji sampel air di sumur pantau PT PRIA dan sumur warga. Hasilnya, ditemukan unsur logam dan zat kimia berbahaya yang melebihi baku mutu sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur.
Kementerian menyimpulkan, pencemaran sumur warga tidak terkait dengan aktivitas PT PRIA. Kementerian malah menilai pencemaran sumur akibat buruknya sanitasi lingkungan dan peternakan warga. Warga membantah penyebabnya adalah peternakan. “Warga sejak lama merawat hewan ternak dan tidak pernah sampai gatal-gatal seperti ini,” tutur Sutama.
Warga Lakardowo didampingi Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecological Observation and Wetland Conservation/Ecoton) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya memprotes kesimpulan Kementerian Lingkungan Hidup dan mengadukan masalah di desa mereka kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Mereka juga melaporkan penangkapan dan interogasi masyarakat yang memprotes pencemaran oleh Kepolisian Resor Kota Mojokerto kepada Divisi Provisi dan Pengamanan Kepolisian RI.
Juru bicara yang juga Manajer Pengembangan Bisnis PT PRIA, Christine Dwi Arini, membantah ada penimbunan limbah B3. “Tidak ada penimbunan, kami mengolah limbah B3 jadi berbagai jenis barang yang bisa dimanfaatkan kembali,” katanya. Beberapa produk daur ulang limbah B3 yang dihasilkan PT PRIA antara lain batako dari campuran semen dan limbah batu bara, batu bata, dan kertas low grade. Selain didaur ulang, limbah B3 ada yang dimusnahkan dengan alat pembakaran atau incinerator.
ISHOMUDDIN