TEMPO.CO, Bandung - Pemerintah Provinsi Jawa Barat memangkas anggaran yang dilokasikan untuk membayar penerima bantuan iuran (PBI). Pasalnya, dana PBI tahun anggaran 2015 belum dipergunakan pemerintah daerah untuk membayar iuran BPJS Kesehatan bagi penduduk miskin. “Anggarannya tidak terserap karena orang miskin tidak punya nomor induk kependudukan,” kata Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Jawa Barat Ahmad Hadadi di Bandung, Selasa, 22 November 2016.
BPJS Kesehatan mensyaratkan NIK untuk penerbitan Kartu Indonesia Sehat (KIS) bagi warga miskin. “Ada persoalan dalam sensus penduduk yang belum tuntas,” katanya.
Setiap tahun pemerintah Jawa Barat mengalokasikan 60 persen iuran PBI warga miskin tambahan. Tahun ini, Jawa Barat memberikan Rp 116 miliar atau sepertiga dari anggaran layanan kesehatan warga miskin.
Sejak program layanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan bergulir, setiap tahunnya pemerintah Jawa Barat menganggarkan lebih dari Rp 300 miliar untuk anggaran kesehatan. Total anggaran yang dikucurkan sejak 2013 lebih dari Rp 700 miliar. “Yang mengendap di kabupaten/kota itu ratusan miliar,” ujar Hadadi.
Menurut Hadadi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sengaja memangkas anggaran untuk membayar iuran BPJS Kesehatan bagi PBI yang masuk kategori warga miskin agar daerah menggunakan dulu anggaran provinsi yang masih tertahan di masing-masing daerah. “Kami akan normalkan kalau sudah terserap.”
Pemerintah pusat sudah membayari PBI di Jawa Barat untuk 12 juta orang. Sedangkan yang ditanggung pemerintah provinsi bersama masing-masing kabupaten/kota sekitar 4 juta orang tambahan. “Kami menunggu progres dari kabupaten/kota menyelesaikan masalah KTP dengan NIK itu.”
Hadadi mengatakan lewat cara itu pemerintah kabupaten/kota diharapkan memberesi data warga miskin penerima bantuan layanan kesehatan. “Sehingga, seluruh penduduk Jawa Barat yang miskin identitasnya terdata benar.”
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyiapkan program layanan kesehatan gratis bagi warga miskin dengan kemudahan persyaratan, yakni surat keterangan tidak mampu dari lurah dan desa khusus bagi warga miskin yang tidak memiliki KTP. Layanan program ini hanya diberikan oleh lima rumah sakit milik Pemerintah Provinsi. Di antaranya rumah sakit Al-Ihsan di Kabupaten Bandung.
Wakil Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat Yomanius Untung mengatakan Komisinya sudah mengirim surat protes gara-gara masalah layanan kesehatan yang terbentur masalah NIK itu. Ia mengusulkan kerja sama dengan BPJS diputuskan jika tetap mempersyaratkan NIK untuk warga miskin. Menurut dia, biaya kesehatan warga miskin lebih baik dibayari langsung di rumah sakit karena mereka tidak tertangani. “Uangnya ada,” katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, 22 November 2016.
Yomanius mengatakan membereskan NIK bagi warga miskin butuh waktu lama. Yang paling cepat saat ini adalah melonggarkan persyaratan BPJS Kesehatan untuk penerbitan kartu layanan kesehatan bagi warga miskin. Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencadangkan Rp 15 miliar untuk jaminan kesehatan bagi warga miskin di rumah sakit Al-Ihsan. “Enggak ribet,” katanya.
AHMAD FIKRI