TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya mulai mengembangkan Sistem Informasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) untuk mendata semua hasil razia. Sistem ini masih diuji coba dan akan disempurnakan pada 2017. “Cara manual membutuhkan waktu lama untuk mengelompokkan data dan jumlah hasil razia,” kata Kepala Seksi Program Bidang Pengembangan Kapasitas Satpol PP Bagus Supriadi di ruangannya, Selasa, 22 November 2016.
Dengan sistem ini kebutuhan informasi dapat tersaji secara cepat dengan hanya memainkan tuts. Variabel data yang diinginkan bisa diatur dengan mudah, seperti nama, usia, latar belakang kasus, lokasi penangkapan, dan sebagainya.
Sistem informasi yang terintegrasi dengan data Dinas Sosial Kota Surabaya ini juga dapat membantu pencarian orang hilang. Caranya, memasukkan nama atau ciri-ciri lain dari orang yang dicari, dapat diketahui apakah orang itu pernah terjaring razia Satpol PP atau tidak. “Riwayat mereka yang pernah terjaring razia Satpol PP terekam jelas dengan sistem ini.”
Kepala Satpol PP Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan mulai Januari hingga 22 November 2016, total kenakalan remaja yang dijumpai tim Satpol PP sebanyak 793 kasus. Rinciannya, 597 laki-laki dan 196 perempuan. Angka ini meningkat 675 kasus jika dibanding tahun lalu. “Namun, bukan berarti bisa disimpulkan bahwa kenakalan remaja di Surabaya meningkat.”
Alasannya, pada 2016, Satpol PP memperluas sasaran razia dan lebih aktif menggelar operasi kenakalan remaja, terutama di warung-warung kopi saat jam sekolah. Tahun lalu, razia tidak menyasar warung kopi, padahal jumlahnya sangat tinggi. “Karena jumlahnya cukup tinggi, maka pada 2016 kami intensifkan razia di warung-warung kopi.”
Meski begitu, kata Irvan, razia selalu mengutamakan sisi kemanusiaan, tanpa tindakan represif. Setiap operasi Satpol PP selalu melibatkan personel perempuan dengan pendekatan yang halus. Tujuannya untuk menjaga kondisi kejiwaan anak. “Kami ingin menyelamatkan masa depan anak-anak Surabaya tanpa melukai mereka, baik fisik maupun psikologisnya.”
Razia kenakalan remaja selalu melibatkan Bapemas KB, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan, serta Badan Narkotika Nasional. Semua remaja yang terjaring razia akan didata, lalu dibina.
Khusus untuk remaja yang terjaring malam hari, akan dites HIV-AIDS dan tes narkoba. Bila positif HIV-AIDS, mereka akan ditangani oleh Dinas Kesehatan. Sedangkan jika positif narkoba, BNN akan mengambil alih proses pendampingan. “Anak-anak yang bolos sekolah, sekolah dan orang tuanya akan dipanggil ke kantor Satpol PP, sebelum dipulangkan.”
MOHAMMAD SYARRAFAH