TEMPO.CO, Samarinda - Jumlah tersangka kasus pengeboman Gereja Oikumene di Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, menjadi tujuh orang.
Sebelumnya, jumlah tersangka lima orang. Namun, pada Jumat, 18 November 2016, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror bersama aparat Kepolisian Daerah Kalimantan Timur menangkap lagi dua orang di Kabupaten Penajam Paser Utara.
"Sekarang jumlah tersangka menjadi tujuh orang, ada yang ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka," kata Kepala Polda Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Safaruddin di Markas Detasemen Brimob Polda Kalimantan Timur di Samarinda, Sabtu, 19 November 2016.
Tujuh tersangka itu masing-masing berinisial J, S, JS, R, Ad, Gap, dan Rpp. Safaruddin menjelaskan, tujuh tersangka itu terlibat dalam perencanaan, pembuatan bom, membeli bahan-bahan, dan melaksanakan atau eksekusi. Namun Safaruddin tidak bersedia menjelaskan lebih rinci.
Dari tujuh tersangka tersebut, empat orang dibawa ke Jakarta. Namun tidak diketahui siapa saja mereka. Proses pemindahan keempat tersangka berlangsung dalam pengamanan yang ketat.
Mata para tersangka tersebut ditutup. Mereka diangkut dengan mobil Brimob dari Markas Detasemen Brimob Polda Kalimantan Timur di Samarinda. “Mereka dibawa ke Jakarta untuk pengembangan lebih lanjut oleh Mabes Polri,” ujar Safaruddin.
Sebelumnya diberitakan bahwa dua warga Samarinda ditangkap Densus 88 di Jalan Silkar Desa Giri Mukti, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pukul 09.00 Wita, atas dugaan terorisme. Keduanya diketahui bernama Joko Sugito, 30 tahun, dan Ridho, 20 tahun. “Sudah diamankan tim Densus Antiteror di Penajam,” tutur Kepala Polres Penajam Paser Utara Ajun Komisaris Besar Teddy Rystiawan, Jumat, 18 Novemeber 2016.
Keduanya diduga kuat sebagai otak aksi pelemparan bom molotov tersebut. Joko Sugito dan Ridho disebut-sebut sudah dua hari bersembunyi di Jalan SMP 5, Desa Girimukti, Penajam.
Wakil Wali Kota Samarinda Nusyirwan Ismail mengaku sampai saat ini tak mengetahui semua tersangka adalah warga Samarinda. "Kita akan tingkatkan sistem kependudukan, banyak orang luar Samarinda yang tinggal di Samarinda,” ucapnya.
Bom rakitan meledak di teras Gereja Oikumene pada Minggu, 13 November 2016, pukul 09.50 Wita. Empat balita menjadi korban luka bakar. Seorang di antaranya meninggal, yakni Intan Olivia Banjarnahor. Sedangkan korban lain masih dirawat di RSUD A.W. Syahranie, Samarinda.
FIRMAN HIDAYAT | S.G. WIBISONO