TEMPO.CO, Surabaya - Acara nonton bareng film dokumenter Calalai: In Betweeness yang digelar Rabu malam, 16 November 2016, di Institut Francais Indonesia (IFI) Surabaya, mendadak dibatalkan.
Aan Anshori, Koordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur yang menjadi salah satu pembicara dalam acara tersebut membenarkannya. Menurut dia, acara tersebut batal karena ada keberatan dari kelompok-kelompok tertentu.
"Rencananya, pukul 19.00 malam ini, saya akan mengulas film itu, tapi batal," ujar Aan yang tak mau menyebut siapa yang dimaksud kelompok intoleran, saat dihubungi, Rabu malam.
Film garapan sutradara Kiki Febriyanti tersebut bercerita tentang keberadaan calalai, perempuan maskulin atau yang disebut laki-laki transgender dalam budaya Sulawesi Selatan. Dalam film itu juga diceritakan bagaimana masyarakat Bugis telah menerima calalai, calabai, atau laki-laki feminin, waria. Adapun acara tersebut diselenggarakan sebagai bagian dari One Day One Struggle yang dilakukan setiap November oleh Coalition for Sexual and Bodily Rights in Muslim Societies (CBSR).
Aan menyayangkan acara itu dibatalkan. Menurutnya, hal tersebut jadi kado pahit bagi peringatan Hari Toleransi Internasional yang diperingati setiap 16 November. "Saya protes keras atas aksi-aksi intoleransi kepada kaum minoritas," kata Aan.
Dede Oetomo, aktivis, menolak berkomentar banyak atas pembatalan acara tersebut. "Ada yang ingin membubarkan acara jika tetap dilaksanakan," katanya.
Sementara itu, Humas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Komisaris Lilik Djafar mengatakan pembatalan itu dilakukan IFI selaku tempat penyelenggara. Alasannya, kata dia, IFI tak ingin mengambil risiko soal keamanan acara. "Tahu sendiri kan, lesbian, gay, dan transgender (LGBT) belum bisa diterima keberadaanya oleh sebagian masyarakat," kata Lilik.
Selain itu, Lilik berujar, acara itu tidak memiliki izin dari kepolisian. Karena itu, polisi khawatir jika tetap diselenggarakan, kelompok-kelompok tersebut bakal membubarkan paksa.
EDWIN FAJERIAL