TEMPO.CO, Klaten – Lagu Indonesia Raya dinyanyikan dengan nada sendu di ruangan lantai dua Pondok Pesantren Mamba'ul Hisan, Desa Macanan, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Senin, 14 November 2016. Nyala lilin kecil di tangan puluhan pemuda Lintas Iman Solo Raya yang memadati ruangan temaram itu makin menguatkan suasana duka.
Berikutnya, tokoh agama Islam, Hindu, dan Kristen dari Kaum Muda Lintas Iman Solo Raya bergantian memimpin doa. Meski dilafalkan dengan cara yang berbeda, semua doa itu dipanjatkan untuk korban penyerangan Gereja Oikumene, Sengkotek, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
"Jadikanlah negeri kami yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang baik dengan Rabb Yang Maha Pengampun)," kata pengasuh Ponpes Mamba'ul Hisan, Kholilurrahman, seusai doa bersama.
Seperti diketahui, Ahad pagi lalu, bom molotov meledak di halaman Gereja Oikumene dan mengenai empat balita yang sedang bermain. Salah seorang balita itu, Intan Olovia Banjarnahor, 2,5 tahun, meninggal pada Senin pagi, 14 November 2016, karena luka bakar di sekujur tubuhnya. "Kami juga meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus penyerangan gereja itu sampai ke akar-akarnya," kata Kholilurrahman.
Baca: Bom Gereja di Samarinda, Polisi Usut Jaringan di Belakangnya
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Muda Klaten, Gus Marzuki, mengatakan doa bersama lintas agama itu digagas secara mendadak di sela acara workshop Temu Nasional Lintas Iman dan Budaya yang diselenggarakan di Klaten pada Senin–Selasa, 14–15 November.
"Workshop ini sudah lama disiapkan, tidak ada kaitannya dengan aksi 4 November di Jakarta. Kegiatan ini murni untuk belajar bersama tentang pentingnya toleransi. Kebetulan saja kemarin dapat kabar duka dari saudara di Samarinda," kata Marzuki, yang juga merupakan ketua panitia workshop.
Marzuki berujar, workshop yang diikuti 125 pelajar SMA dan SMK dari Klaten dan sejumlah daerah lain di Solo Raya itu bertujuan membentengi generasi muda dari masifnya penyebaran paham radikalisme via media sosial. "Workshop ini juga melatih pemuda agar lebih cermat dan peka dalam menyaring berbagai informasi di Internet. Harapannya, agar mereka tidak mudah terhasut," ujar Marzuki.
Menurut pendeta Gereja Kristen Indonesia Klaten, Pelangi Kurnia Putri, acara itu juga menjadi wadah bagi generasi muda dengan latar belakang yang berbeda untuk saling mengenal dan memahami. "Perbedaan itu indah karena kita bisa saling melengkapi," katanya.
DINDA LEO LISTY