TEMPO.CO, Solo - Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo mengaku kecewa terhadap layanan kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Moewardi, Surakarta. Menurut dia, banyak keluhan masyarakat mengenai pelayanan kesehatan di rumah sakit rujukan tersebut.
"Nyaris tiap hari saya menerima keluhan dari masyarakat," kata Rudyatmo, Senin, 14 November 2016. Keluhan terbanyak berasal dari masyarakat yang menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menurut Rudyatmo, sulitnya mendapat kamar untuk rawat inap menjadi keluhan yang banyak didapat. "Terutama kamar kelas III," ucapnya. Masyarakat harus mengambil kamar yang bagus jika ingin mendapat pelayanan yang cepat.
Bahkan, masyarakat juga harus antre lama untuk menjalani operasi. Antreannya bisa mencapai tiga hingga lima bulan. "Ada warga yang harus antre enam bulan untuk operasi kanker," ujar Rudyatmo.
Padahal rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan, terutama bagi masyarakat peserta program Jaminan Kesehatan Nasional. "Tapi kenyataannya banyak pasien ditolak lantaran kamarnya penuh," tuturnya.
Sedangkan Pemerintah Kota Surakarta tidak bisa berbuat banyak. Sebab, rumah sakit tersebut berada di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan RSUD milik Pemerintah Kota Surakarta belum memiliki kemampuan melakukan operasi besar.
Rudyatmo mengaku belum mengetahui akar persoalan dari permasalahan tersebut. "Apakah rumah sakitnya ataukah PBJS-nya," katanya. Dia mengaku akan melakukan penelusuran lebih lanjut. "Kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat."
Direktur Utama RSUD dr Moewardi Endang Agustinar mengakui keterbatasan ruang operasinya. "Saat ini, kami hanya memiliki 12 ruang operasi," ucapnya. Rencananya, rumah sakit itu akan menambah lima ruang operasi lagi agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.
Hanya saja, dia menegaskan, rumah sakit tidak pernah menelantarkan pasien yang membutuhkan tindakan operasi. "Untuk operasi cito atau darurat, jelas kami lakukan sesegera mungkin," ujarnya.
Hal itu berbeda dengan penanganan pasien kanker. "Sebelum operasi, memang harus ada tindakan lain, misalnya kemoterapi," tuturnya. Hal tersebut yang membuat pasien baru bisa menjalani operasi beberapa bulan setelahnya.
Endang menyebutkan kamar kelas III di rumah sakit itu sebenarnya cukup banyak. "Lebih dari separuh total kamar adalah kelas III, sekitar 400 kamar," katanya. Rencananya, tahun depan, pihaknya akan menambah 192 kamar baru untuk kelas III.
AHMAD RAFIQ
Baca juga: Eks Istri Pertama Donald Trump Ingin Jadi Dubes Ceko
Ini Kata Tetangga Soal Juhanda Pelaku Bom Gereja Oikumene
Jangan Lewatkan, Malam Ini Ada Fenomena Supermoon