TEMPO.CO, Surabaya - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan keluar dari gedung Sub Direktorat III Tindak Pidana Korupsi Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur setelah menjalani pemeriksaan sekitar empat jam, pada pukul 17.00 WIB, Kamis, 10 November 2016. Hari ini, bertempat di Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polda Jawa Timur, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri memeriksa Dahlan terkait kasus proyek cetak sawah fiktif di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, tahun 2012.
Ditanya soal jumlah pertanyaan yang diajukan penyidik, bos media Jawa Pos tersebut mengatakan tidak menghitung. "Enggak ngitung-ngitung," kata Dahlan sambil buru-buru berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan gedung Subdirektorat III Tindak Pidana Korupsi Polda Jawa Timur.
Dahlan datang memenuhi panggilan penyidik Bareskrim di Polda Jawa Timur sekitar pukul 13.00 WIB. Dia mengenakan kemeja abu-abu dan didampingi dua rekannya.
Baca: Kasus Cetak Sawah Fiktif, Dahlan Iskan Diperiksa Bareskrim
Sebelum masuk ruangan, Dahlan menyampaikan bahwa dirinya diperiksa terkait proyek cetak sawah fiktif. "Jadi saksi pencetakan sawah di BUMN tahun 2012," kata Dahlan. Dia pun pasrah dengan tiga kasus yang telah membidiknya. "Ya dijalani saja."
Seusai menjalani pemeriksaan, Dahlan menolak banyak berkomentar. Dia hanya tersenyum kepada awak media yang sudah menunggunya sejak siang.
Proyek cetak sawah yang diduga fiktif ini terjadi ketika Dahlan menjabat sebagai Menteri BUMN. Saat itu ia menjadi inisiator proyek pengadaan lahan sawah di Kalimantan Barat mulai 2012 hingga 2014. Dahlan menandatangani kontrak cetak sawah yang diduga fiktif itu.
Baca: Besok Praperadilan Dahlan Iskan Digelar, Apa Persiapannya?
Tahun lalu, Dahlan periksa mengenai proyek tersebut. Pada pemeriksaan tahun 2015, mantan direktur utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu dicecar dengan pertanyaan seputar wewenangnya. "Saya tidak bisa jelaskan secara detil tentang pemeriksaannya. Nanti saja di persidangan," ujar Kepala Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Komisaris Besar Cahyono Wibowo saat itu.
Cahyono menerangkan ada tujuh BUMN yang menyetorkan sejumlah uang berkisar Rp 15-100 miliar untuk proyek tersebut. Tiap BUMN mendapat dua persen keuntungan dari uang yang disetorkan. Di antaranya PT Perusahaan Gas Negara, PT Pertamina, Bank Nasional Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, PT Asuransi Kesehatan, PT Sang Hyang Seri, dan PT Hutama Karya.
Bareskrim Polri telah menetapkan Direktur Utama PT Sang Hyang Seri, Upik Rosalina Wasrin, sebagai tersangka untuk kasus ini. Saat itu, Upik menjabat sebagai ketua tim kerja Badan Usaha Milik Negara Peduli 2012. "Ada fakta dia tidak bekerja sebagai undang-undang," ujarnya.
NUR HADI
Baca juga:
Terungkap, Antasari Azhar: Saya Mau Masuk Penjara karena...
Jika Trump ke Gedung Putih, Ini yang Dilakukan Obama