TEMPO.CO, Madiun - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berada di Kota Madiun, Jawa Timur untuk mendalami dugaan korupsi penerimaan hadiah dalam pembangunan Pasar Besar Kota Madiun senilai Rp 76,523 miliar tahun 2009 - 2012.
Hari ini, Kamis, 10 November 2016, beberapa mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat dan yang masih aktif menjabat diperiksa di Markas Komando Satuan Brimob Detasemen C Pelopor Jalan Yos Sudarso, Kota Madiun.
"Ada tiga unsur pimpinan DPRD periode 2009 - 2014 yang diperiksa," kata Tohir Rochani, mantan Ketua DPRD setempat ditemui saat jam istirahat siang, Kamis 10 November 2016.
Selain Tohir, Heri Supriyanto (mantan Wakil Ketua DPRD Kota Madiun) dan Didik Mardianto (mantan wakil ketua yang kini masih menjadi anggota DPRD Kota Madiun) ikut dimintai keterangan oleh KPK. Mereka, kata Tohir, diperiksa oleh tujuh penyidik lembaga antirasuah.
"Saya tadi ditanya tentang APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Madiun) untuk tahun 2009, 2010, 2011 secara global," ujar dia.
Penyidik KPK, ia menuturkan, tidak menyinggung proyek Pasar Besar Madiun secara khusus. Tohir mengaku hanya disinggung tentang APBD secara menyeluruh termasuk perubahannya pada setiap tahun anggaran tersebut.
"Berbeda dengan pemeriksaan pertama seminggu lalu," ucap dia. Pada pemeriksaan Selasa, 1 November 2016, Tohir hanya ditanya dan diminta mengisi biodata pribadinya.
Pertanyaan tentang biodata pribadi diterima Didik Mardianto, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Madiun dari penyidik KPK dalam pemeriksaan kali ini. "Belum masalah yang lain. Mungkin nanti," kata pria yang kini menjadi anggota DPRD Kota Madiun Bidang Pemerintahan ini.
Selain memintai keterangan mantan maupun anggota DPRD, KPK juga telah memeriksa sejumlah pejabat di lingkup pemkot, pihak swasta yang terlibat proyek pasar besar, dan staf perusahaan pribadi milik Wali Kota Madiun Bambang Irianto.
Dalam dugaan korupsi proyek pasar ini, KPK telah menetapkan Wali Kota Madiun Bambang Irianto sebagai tersangka yang diumumkan pada 17 Oktober 2016. KPK menjeratnya dengan Pasal 12-i atau Pasal 12-b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik langsung maupun tidak langsung, dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau penyewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
NOFIKA DIAN NUGROHO