TEMPO.CO, Bandung - Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat berupaya terus menekan angka pernikahan usia dini yang kini masih marak terjadi di wilayah itu.
Kepala Bidang Pelatihan dan Pengembangan BKKBN Jawa Barat Ida Indrawati mengatakan rata-rata usia pernikahan perempuan di Jawa Barat adalah 18,05 tahun. Hal itu masih di bawah standar usia pernikahan berdasarkan kesehatan reproduksi.
"Jadi itu sebenarnya yang pingin kami tingkatkan usianya. Sebab, kan kalau menurut kesehatan reproduksi wanita, usia perempuan untuk menikah itu minimal 21 tahun," ucap Ida di Bandung, Rabu, 9 November 2016.
Menurut Ida, upaya menekan angka pernikahan dini itu cukup sulit. Bahkan, ujar dia, saat ini pernikahan usia dini tidak hanya terjadi di pedesaan. "Di perkotaan pun, banyak terjadi pernikahan dini. Faktor budaya itu memang yang paling signifikan terhadap pernikahan dini," tuturnya.
Ida mengatakan remaja di Jawa Barat mencapai hampir 25 persen dari total penduduk Jawa Barat. Hal ini, kata dia, menjadi salah satu acuan sulitnya menekan angka pernikahan usia dini. "Total remaja di Jawa Barat ini sudah sekitar 26 persen dari jumlah penduduk kami yang 46,7 juta ini. Jadi cukup banyak memang, ya," ucapnya.
Adapun untuk laju pertumbuhan masyarakat di Jawa Barat sebesar 1,89 persen tiap tahun menunjukkan bonus demografi yang terus naik tiap tahun. Artinya, ujar dia, angka kelahiran bayi mengalami kenaikan sebesar 850 ribu.
"Bayi yang lahir segitu itu sudah dengan program KB (keluarga berencana). Tapi gimana ya, memang jumlah penduduknya yang gede. Sedangkan sumber daya alam segini-segini terus, belum lagi kebutuhan yang terus bertambah," tuturnya.
Direktur Research of Environment and Self Independent (RESIC) Neng Hannah Hakim mengatakan, untuk tingkat nasional, Indonesia menjadi negara kedua terbanyak setelah Kamboja dalam urusan pernikahan usia dini. Dari tujuh juta anak perempuan dengan usia di bawah 15 tahun, 2,3 persen di antaranya sudah menikah.
Sementara itu, ucap dia, untuk di Jawa Barat, tiga daerah yang menyumbangkan angka terbanyak dalam urusan pernikahan usia dini adalah Indramayu, Karawang, dan Garut. "Subang pun masuk," ujarnya.
"Di antara faktor penyebabnya itu ekonomi. Orang tua, misalnya, karena ekonominya terbatas, jadi pingin cepat menikahkan anak perempuannya agar bebas tanggungan ekonomi. Terus juga karena anggapan perempuan itu properti, seperti di Indramayu dan Subang. Lebih bangga punya anak perempuan karena dianggap bisa mengangkat perekonomian keluarga dengan menikahkannya dengan yang kaya raya," tuturnya.
AMINUDIN A.S.