TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Setara Institute Hendardi menilai aksi massa pada 4 November lalu tak hanya rentan ditunggangi aktor politik, melainkan juga rentan menjadi medium recovery kaum 'jihadis'. Menurut Hendardi, sejak perdamaian di Poso dan Ambon, kelompok tersebut kehilangan arena recovery dan radikalisasi. "Baik untuk merekrut kader-kader baru maupun untuk menghimpun dukungan publik," katanya dalam pernyataan tertulis, Selasa, 8 November 2016.
Sejak 2010, kata Hendardi, kelompok jihadis beralih menggunakan isu penodaan agama, penyesatan, antikristenisasi, dan solidaritas atas segala peristiwa di Timur Tengah sebagai medium kampanyenya. Peristiwa di Cikeusik 6 Februari 2011 dan di Temanggung 9 Februari 2011, adalah dua peristiwa yg secara nyata ditunggani oleh kelompok jihadis.
Hendardi menyebutkan, salah satu aktor lapangan peristiwa penyerangan Ahmadiyah adalah aktor yang aktif melakukan pembantaian di Poso. Sedangkan di Temanggung, operator lapangan dari pembakaran gereja adalah salah satu tokoh yang pada masa konflik di Ambon bertugas memasok amunisi untuk kelompok Islam.
Indikasi keterlibatan kelompok jihadi dalam aksi damai 4 November lalu juga terdeteksi dengan keterlibatan tokoh kunci Bachtiar Nasir, Abu Jibril, dan M. Zaitun. Tiga tokoh kunci tersebut secara ideologis membenarkan segala cara untuk mencapai tujuannya. "Ormas yang disponsori Wahabi dan gemar mengkafirkan kelompok lain," kata Hendardi.
Hendardi menilai massa selalu mengundang aneka kepentingan bertaruh. Karena itu, kata dia, jika praktik-praktik intoleransi dengan aksi kekerasan dan penyebaran kebencian dibiarkan, maka sama saja denga menyediakan arena recovery kelompok-kelompok jihadi untuk terus memupuk semangat pengikut dan simpatisannya.
Baca Juga:
Bagi Setara Institute, intoleransi adalah titik awal dari terorisme. Sebaliknya, terorisme adalah puncak intoleransi. Menurut Hendardi, aksi 4 November bukan hanya melulu soal Pilkada, soal Ahok, dan dugaan penodaan agama, tetapi juga soal kebutuhan adanya ruang yang kondusif bagi radikalisasi publik untuk memperluas dukungan terhadap agenda-agenda jihad yang bertentangan dengan hukum dan dasar kebangsaan Indonesia.
MAYA AYU PUSPITASARI