TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menangkap Ismail Ibrahim, mahasiswa Universitas Nasional (Unas), pada Senin malam, 7 November 2016. Dia diduga terlibat dalam kerusuhan dalam demonstrasi 4 November 2016 di Jakarta.
Ismail, mahasiswa Jurusan Sosiologi semester V ini ditangkap di rumah salah satu kerabatnya, Basri Salama (anggota Dewan Perwakilan Daerah/DPD), di Pejaten, Pasar Minggu.
"Ia diamankan di rumah anggota DPD RI, Basri Salama," ujar Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendy F. Kurniawan di Jakarta, Selasa, 8 November 2016.
Awi mengatakan, Ismail tinggal di rumah Basri karena berasal dari kampung halaman yang sama.
"Yang bersangkutan tinggal di rumah Basri sejak 2015," kata Hendy. Faktor keuangan menjadi alasan Ismail tinggal di rumah Basri.
Hendy mengatakan Ismail diduga terlibat dalam aksi kerusuhan saat demonstrasi damai 4 November lalu di depan Istana Negara. Ia disebut-sebut terlibat dalam aksi penyerangan terhadap polisi yang berjaga saat itu.
Menurut Kanit V Jatanras Komisaris Buddy Towuliu, saat ditangkap di rumah kerabatnya, dari tangan Ismail polisi menyita beberapa barang bukti, yakni kemeja berwarna hijau abu-abu bergaris, hingga dua bendera Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hingga saat ini, Ismail masih berada di Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.
Semalam, Polda Metro Jaya juga telah menangkap empat anggota HMI. Menurut Ketua Umum HMI, Mulyadi Tansir, yang ditangkap semalam adalah Sekretaris Jenderal Amy Jaya, Ranjes Reubun, serta Rahmat.
Manager Marketing dan Public Relations Universitas Nasional (Unas) Dian Metha Ariyanti membenarkan bahwa Ismail adalah mahasiswanya. Dia menjelaskan tindakan Ismail tidak ada kaitannya dengan pihak Unas.
"Jangan dikaitkan dengan Unas karena kami tidak tahu-menahu dan itu tindakan pribadi Ismail," kata Metha kepada Tempo, Senin, 7 November 2016.
Pihak kampus mengaku masih menunggu klarifikasi atas tindakan yang dilakukan oleh Ismail. Metha mengatakan pihaknya juga menyerahkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian. "Marilah kita coba untuk tidak menuduh macam-macam dulu. Kita coba asas tidak bersalah dulu," ujar Metha.
EGI ADYATAMA