TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengatakan pembahasan sidang uji materi tiga pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang perzinaan, pencabulan, dan perkosaan mesti dilakukan menyeluruh. Ia tidak ingin bila hasil uji materi melahirkan masalah baru dari sisi undang-undang.
"Pembahasannya (harus) komprehensif agar tidak ada masalah," ucap Arief di Gedung MK, Jakarta, Senin, 7 November 2016. Arief menjadi ketua majelis hakim panel di sidang itu. Arief juga mempertanyakan penjelasan dari salah satu ahli yang menyebut uji materi ini merupakan momentum untuk menanggulangi persoalan penyimpangan seksual, yaitu lesbian, gay, dan biseksual.
Sidang lanjutan uji materi Pasal 284, 285, dan 292 KUHP sudah masuk dalam agenda mendengarkan keterangan ahli. Ada empat ahli yang dihadirkan dalam persidangan. Mereka adalah psikolog Bagus Riyono (mewakili Yayasan Peduli Sahabat), psikiater Fidiansyah (Yayasan Peduli Sahabat), ahli pidana Saiful Bahri (Majelis Ulama Indonesia), dan Mikhahel Dua (Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan).
Bagus Riyono menyebutkan momentum untuk menanggulangi persoalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) ada pada lembaga Mahkamah Konstitusi dan Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut dia, dua lembaga tersebut mempunyai landasan yang kuat dalam membentuk dan mengubah undang-undang.
Senada dengan Bagus, Saiful Bahri menambahkan tidak hanya parlemen yang mempunyai wewenang membuat undang-undang. Ia menilai hakim juga mempunyai ijtihad (upaya memutuskan perkara) tersendiri dalam memandang masalah hukum. Oleh sebab itu, Saiful memohon agar MK memutuskan uji materi tiga pasal tersebut tanpa harus menunggu revisi KUHP yang tengah berjalan di DRP RI.
Sebelumnya, beberapa pihak mengajukan uji materil ke MK terhadap Pasal 284, 285, dan 292 KUHP. Salah satu pemohon, Euis Sunarti meminta agar MK memperluas makna perzinaan (pasal 284), pemerkosaan (pasal 285), dan pencabulan (pasal 292). Alasan utama uji materi tidak lepas dari maraknya perilaku kebebasan seksual di masyarakat belakangan ini, termasuk fenomena LGBT.
Komnas Perempuan selaku pihak terkait menilai uji materi yang diajukan itu tidak tepat. Sebab, pasal 284 KUHP bukan mengatur tentang perzinaan melainkan perselingkuhan. Komnas Perempuan memandang ada perbedaan mendasar antara perzinaan dengan perselingkuhan.
ADITYA BUDIMAN