TEMPO.CO, Bengkulu - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mengatakan sekitar 60 persen nelayan Kota Bengkulu tak melaut akibat cuaca buruk selama tiga bulan terakhir.
Ketua HNSI Kota Bengkulu Iswandi Ruslan, Senin, 31 Oktober 2016, mengatakan banyak nelayan yang tidak bisa melaut, pada umumnya merupakan nelayan tradisional.
"Gelombang laut sangat berbahaya untuk kapal dengan bobot di bawah lima gros ton, sementara cuaca buruk tidak kunjung reda dari Idul Fitri 2016," katanya.
Hanya beberapa nelayan saja yang nekat melakukan aktivitas tangkap ikan dan jarak pelayaran pun terbatas, yakni sekitar 12 mil untuk kapal berbobot besar dan empat mil laut saja untuk kapal berbobot di bawah lima gros ton.
"Kita tidak punya data statistik seberapa besar penurunan pendapatan mereka tiga bulan terakhir ini," katanya lagi.
Namun pendapatan nelayan Bengkulu, kata Iswandi, bisa diperkirakan hanya 20-40 persen saja jika dibandingkan dengan pendapatan pada kondisi normal.
"Kalau dari keluhan mereka ya berkisar segitu saja, ini tidak lepas dari besarnya biaya operasional yang tidak sebanding dengan hasil yang didapat," katanya.
Walaupun nelayan memahami penghasilan mereka tidak sesuai dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk melaut, tapi mereka tetap beraktivitas oleh karena desakan kebutuhan ekonomi keluarga.
"Kalau mereka tidak melaut, artinya hanya berdiam di rumah saja dengan tidak ada pemasukan, sementara kebutuhan sehari-hari tetap," ujarnya.
Iswandi mengharapkan pemerintah daerah memberikan perhatian kepada nelayan pada masa-masa sulit tersebut karena kondisi cuaca buruk sudah berlangsung cukup lama.
ANTARA