TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengatakan sistem pemilu yang ada saat ini, yakni proporsional terbuka, tidak perlu diganti. Dia menilai usul pemerintah dalam Revisi Undang-Undang Pemilu mengganti sistem pemilu menjadi terbuka terbatas bisa bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Seharusnya tetap sistem proporsional terbuka kalau kita konsisten dengan keputusan MK," ucap Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 28 Oktober 2016.
Baca Juga:
Mahkamah Konstitusi, ujar Fadli, juga memutuskan Pemilihan Umum 2019 akan dilakukan secara serentak untuk pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilu legislatif. Jika berganti sistem, tutur dia, penyelenggaraan pemilu tidak akan mapan karena bergantung pada selera pemegang kekuasaan. Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya ini juga khawatir sistem terbuka terbatas bakal memangkas peran masyarakat dalam pemilu.
Sebelumnya, pemerintah memberikan naskah RUU Penyelenggaraan Pemilu untuk segera dibahas DPR. Ini merupakan gabungan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
Revisi tiga undang-undang pemilu itu bertujuan menyederhanakan sistem pemilu karena pada 2019 pemilihan eksekutif dan legislatif digelar serentak. Pasal 138 ayat 3 RUU Penyelenggaraan Pemilu menyebutkan sistem pemilihan legislatif didasari sistem proporsional terbuka terbatas.
Untuk membahas RUU Penyelenggaraan Pemilu, DPR membentuk panitia khusus yang beranggotakan 30 orang. Pansus itu akan mulai bekerja dalam waktu dekat dan punya waktu untuk membahas bersama pemerintah selama lima bulan.
ARKHELAUS W.
Baca Juga:
Jokowi Terima Hadiah Dari Rusia, KPK: Itu Gratifikasi
Pesta Sumpah Pemuda di Istana, Kalla: Feng Shuinya Mahal
Dituntut 20 Bulan Bui, Pembakar DPRD Gowa Minta Dibebaskan