TEMPO.CO, Bengkulu – Ratusan dokter dan mahasiswa Kedokteran di Bengkulu, berunjuk rasa menolak kebijakan Menteri Kesehatan yang menerapkan sistem Dokter Layanan Primer (DLP) di depan Kantor Gubernur, Senin 24 Oktober 2016. Aksi mereka itu bertepatan dengan ulang tahun Ikatan Dokter Indonesia Ke-66.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bengkulu, dr Syafriadi, mengatakan, kebijakan menteri kesehatan tersebut menyulitkan mahasiswa kedokteran, karena harus menempuh bangku kuliah selama 11 tahun.
"Akibatnya biaya kuliah akan bertambah. Sehingga dikhawatirkan dapat memberatkan para mahasiswa kedokteran," kata Syafriadi. “Kami meminta pejabat pemerintah daerah melakukan telaah atas kebijakan menteri kesehatan tersebut," ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah harus mengkaji kembali kebijakan tersebut, mengingat masih banyak wilayah di Indonesia yang masih tertinggal dan membutuhkan para dokter untuk segera terjun ke pelosok.
Selain itu, para dokter dan mahasiswa kedokteran ini menuntut adanya perbaikan sarana dan prasaran kesehatan serta sistem pendidikan dokter di Indonesia.
Setelah melakukan aksi di depan Kantor Gubernur, massa bergerak ke kantor DPRD Provinsi Bengkulu. Mereka juga menyampaikan aspirasi di sana.
Hal yang sama juga disampaikan koordinasi unjuk rasa, Gandar Kusuma. Menurutnya, program DLP sangat memberatkan. Karena program tersebut membuat masa perkuliahan mahasiswa kedokteran semakin panjang.
"Sekarang saja mahasiswa kedokteran butuh waktu tujuh tahun, kuliah selama empat tahun, dilanjutkan koas selama dua tahun, dan program profesi selama satu tahun, jika ditambah lagi DLP tiga tahun, maka butuh sepuluh tahun untuk mendapatkan izin praktek," jelas Gandar.
PHESI ESTER JULIKAWATI