Agus membenarkan bahwa saat itu lembaganya sempat ikut mendampingi proyek pengadaan e-KTP. Namun, karena tak diindahkan, akhirnya lembaga itu mundur. "Saran LKPP tidak diikuti, karena itu LKPP mundur tidak mau mendampingi," ujarnya. Seingat Agus, ada beberapa saran yang ia usulkan dalam pengadaan proyek e-KTP.
Di antara saran tersebut adalah tender harus menggunakan e-procurement dan pekerjaan dipecah menjadi beberapa paket. Paket-paket tersebut meliputi pembuat sistem sebagai integrator, paket kartu dan chip, paket PC, paket kamera, paket finger print identification, dan paket pembaca retina.
Simak Pula
Ribuan Muslim Protes Penutupan Masjid di Roma, Italia
Merasa Ditipu, Wanita Ini Gugat KFC Bayar Rp 260,7 Miliar
Khusus untuk integrator, kata Agus, harus dilakukan oleh perusahaan yang benar-benar berkompeten. Sebab, perusahaan itu yang akan mengawasi spesifikasi dari setiap barang pendukung, waktu pemesanan, dan lain-lain. "Sehingga setiap barang bisa dikompetisikan dengan sangat baik," tuturnya.
KPK memulai penyidikan proyek senilai Rp 6 triliun ini pada 22 April 2014. KPK pun menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka pada 2014.
Pada 30 September 2016, KPK kembali menetapkan tersangka baru, yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. Irman dan Sugiharto diduga menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan negara hingga Rp 2 triliun.
MAYA AYU PUSPITASARI
Baca Juga
Mesranya Aming dan Evelyn di Jakarta Fashion Week
MU Dipermalukan Sebelum Derby Manchester, Apa Kata Mourinho?