TEMPO.CO, Kupang - Pendeta Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), bersama denominasi lintas agama menggelar doa bersama di depan rumah jabatan Gubernur NTT, Minggu malam, 23 Oktober 2016. Doa bersama ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dipulangkan dalam keadaan meninggal.
Sebelum menggelar doa bersama, puluhan umat dan jemaat melakukan long march dengan membawa sebuah peti mati yang bertuliskan nama beberapa TKI yang telah meninggal di luar negeri. “Kami prihatin, karena banyak TKI yang meninggal di luar negeri,” kata pendeta Emi Sagertian dari Komisi Advokasi Hukum dan Perdamaian Sinode GMIT.
Baca:
Disandera 4,5 Tahun, WNI Bebas dari Perompak Somalia
ISIS Bunuh Ratusan Anak dan Enam Pria di Duma, Suriah
Doa bersama dan pembakaran lilin bagi TKI yang meninggal digelar di depan rumah jabatan Gubernur NTT Frans Lebu Raya. Pasalnya, Gubernur dinilai tidak peduli akan banyaknya TKI yang dipulangkan dalam keadaan meninggal.
“Belum ada satu suara dari Gubernur terkait dengan masalah TKI. Paling tidak, ucapan dukacita terhadap TKI yang meninggal. Apakah dia TKI legal atau ilegal, mereka tetap anak NTT,” katanya.
Pendeta Erni mengatakan NTT sudah darurat trafficking sehingga butuh penanganan serius dari pemerintah. Karena itu, mereka akan menemui Gubernur NTT untuk membahas masalah human trafficking ini. “Kami minta kesediaan pemerintah untuk menanggulangi masalah,” ujarnya.
Sesuai dengan catatan BP3TKI NTT sebanyak 37 TKI asal NTT dipulangkan dalam keadaan meninggal. Jumlah ini lebih banyak daripada tahun sebelumnya, yakni 28 TKI.
YOHANES SEO