TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengajak semua media mengklarifikasi dugaan keterlibatan dalam kasus Edy Nasution yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu kemarin. Nama-nama media ternama di Indonesia muncul usai jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memaparkan surat elektronik dari Direktur Utama PT Kobo Media Spirit, Stefanus Slamet Wibowo, yang berisi proposal pencitraan media untuk melindungi nama baik Lippo Group.
Pencitraan itu diduga dilakukan untuk melindungi nama baik Lippo, usai penangkapan KPK terhadap anggotanya, Dody Aryanto Supeno, yang menyuap Edy. Dody yang adalah pegawai PT Artha Pratama Anugerah, anak Lippo Group, diketahui menyuap Edy untuk membantu penyelesaian sejumlah perkara di pengadilan.
“Jika informasi itu tak sesuai fakta, artinya dia (Slamet) memberi keterangan bohong di pengadilan, dan bisa dikategorika pidana. Jika itu benar, media perlu melakukan pemeriksaan internal,” ujar Ketua Umum AJI Indonesia Suwarjono lewat keterangan tertulis, Kamis, 20 Oktober 2016.
Email berisi alokasi dana hingga ratusan juta yang diduga untuk pencitraan itu menyeret nama Bisnis Indonesia, Kontan, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Republika, Jakarta Post, Koran Tempo, Majalah Tempo, Majalah Gatra, Majalah Sindo, Majalah Review, Majalah Forum, Rakyat Merdeka, Neraca, Koran Jakarta dan Indopos. Slamet sendiri hari ini telah membantah menyuap media. Bantahan pun datang dari nama-nama yang disebut, salah satunya dari Tempo.
AJI mengingatkan setiap jurnalis mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ), terlebih pada pasal-pasal yang berkaitan dengan independensi dan larangan menerima suap. “Apa yang disampaikan dalam sidang itu, jika terbukti benar, adalah pelanggaran nyata terhadap KEJ,” ujar Suwarjono.
AJI pun meminta Dewan Pers aktif menjaga kepatuhan jurnalis dalam menerapkan KEJ. Kepatuhan itu sesuai dengan upaya menjaga kebebasan dan kemerdekaan pers yang diamanatkan di Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Suwarjono menyatakan komitmen organisasi jurnalis yang beranggotakan 2.000 jurnalis di 36 kota itu untuk melakukan pemeriksaan internal. Fakta yang disampaikan dalam pengadilan tersebut dinilai akan mempengaruhi persepsi publik terhadap jurnalis di Indonesia.
“Kami akan memeriksa kemungkinan adanya aknggota yang terlibat, dan berharap organisasi lain melakukan langkah yang sama untuk menjaga nama baik profesi,” ujarnya.
YOHANES PASKALIS