TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Kobo Media Spirit Slamet Wibowo mengklarifikasi pernyataannya di persidangan Edy Nasution, kemarin sore, Rabu, 19 Oktober 2016. Edy adalah terdakwa kasus suap senilai Rp2,3 miliar. Dia merasa perlu menyampaikan klarifikasinya terkait dengan pemberitaan media massa atas kesaksiannya.
"Itu 100 persen memang statement saya," kata Slamet Wibowo saat dikonfirmasi soal pernyataannya yang diterima Tempo, Kamis 20 Oktober 2016. Dalam penyataannya, Slamet membantah telah menyetorkan sejumlah uang kepada banyak pihak, khususnya media massa. Pengajuan anggaran itu, katanya, masih berupa proposal dan belum terlaksana. "Saya juga minta maaf ..." ujarnya.
Baca: Saksi Kasus Nurhadi Mengaku Minta Uang ke Lippo untuk Media
Edy Nasution yang sebelumnya adalah panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, didakwa menerima suap secara bertahap sebesar Rp2,3 miliar. Suap itu diduga agar Edy membantu mengurus perkara hukum yang melibatkan perusahaan di bawah Lippo Group.
Kemarin, saat menghadiri sidang terdakwa Edy Nasution, Slamet mengatakan mengajukan Lippo Group untuk mendapatkan citra positif di media. Kasus ini juga turut menyeret sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, namun penyidik masih terus mendalami keterlibatannya.
Informasi soal setoran uang ke media itu terungkap dari email yang ditampilkan jaksa di persidangan kemarin. Di email itu tertulis nama sejumlah media beserta nominal yang akan dibayarkan. Totalnya ada 14 media, termasuk Koran Tempo dan Majalah Tempo.
Pemimpin redaksi Koran Tempo Daru Priyambodo membantah pernah menerima permintaan ihwal berita pencitraan Nurhadi mau pun Lippo. Dia menegaskan, untuk pemuatan berita di Tempo tak perlu ada permintaan, apalagi harus membayar. Redaktur Eksekutif Majalah Tempo Budi Setyarso juga membantah ada aliran dana untuk pemuatan berita Nurhadi.
Berikut keterangan lengkap Slamet Wibowo.
1. Tentang tayangan barang bukti oleh Jaksa.
Barang bukti yang dimunculkan atau ditayangkan dalam persidangan di mana di dalamnya disebut beberapa nama media cetak adalah suatu “Proposal” yang saya ajukan kepada klien saya, Saudara Paul Montolalu. Sebagaimana dijelaskan di persidangan, proposal tersebut memiliki kemungkinan untuk ditolak, disetujui namun usulan biayanya dikoreksi atau didiskon atau disetujui namun karena berbagai pertimbangan dan kendala justru tidak atau belum dibayar.
2. Tentang Pawang dan aliran pembayaran dari klien.
Dalam konteks proposal tersebut disetujui, maka pembayaran dilakukan secara tunai oleh Klien kemudian saya distribusikan ke Tim Rekaan saya yang disebut “Pawang”.
Pada kenyataannya, dana yang diterima Pawang akan dikembalikan kepada saya dan saya gunakan untuk membiayai Yayasan yang saya dirikan dan kelola. Yayasan ini sudah saya rintis sejak 2005 dan memberi perhatikan kepada tiga bidang yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi keluarga anak yatim, janda dan kelompok dhuafa.
Pelayanan Yayasan secara random tersebar antara lain di Jakarta, Banten, Makassar, dan Bandung.
3. Tentang strategi media relations.
Dari pembayaran yang dilakukan Klien, sebagaimana isi kesaksiaan Rabu 19 Oktober 2016, saya mengalokasikan sekitar 10 persen untuk murni biaya media relations seperti biaya makan, minum, gathering, bantuan perjalanan dinas wartawan, pendidikan anak dan bantuan biaya pengobatan.
Saya menyebut angka 10 persen dengan maksud bahwa sebagian besar pembayaran Klien akan saya manfaatkan melalui Yayasan yang sudah sangat jelas target market dan needs-nya. Seingat saya, di BAP saya menyebut budget media relations saya untuk entertainment adalah Rp 10 juta per bulan.
4. Tentang keterkaitan pekerja media, khususnya cetak.
Dengan penjelasan itu, maka dapat saya pastikan dan yakinkan kepada seluruh pimpinan media massa khususnya media cetak bahwa TIDAK SEPESERPUN DANA TERSEBUT MENGALIR KE PRIBADI PEKERJA MEDIA SEBAGAI GRATIFIKASI ATAS ADA-TIDAKNYA PEMBERITAAN TERKAIT KLIEN SAYA.
5. Tentang sikap terhadap pemberitaan.
Saya jelaskan kepada Majelis Hakim bahwa saya mengedepankan dan mengutamakan kebenaran berdasarkan fakta untuk setiap aktivitas pencitraan yang saya kerjakan antara lain:
a. Untuk isu yang sudah tayang di media, saya mengupayakan balancing atau hak jawab bagi klien.
b. Untuk isu yang belum tayang di media, saya mengupayakan permintaan penundaan dengan maksud memberikan kesempatan kepada klien untuk menyiapkan bantahan sehingga memenuhi azas cover both-sides.
6. Permohonan maaf.
Saya meyakini telah terjadi chaos atas kesaksian saya di persidangan Rabu itu dan untuk itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak baik individu para pekerja media maupun lembaganya yang sudah terganggu, terlukai dan terzolimi akibat tindakan saya.
Saya sungguh menyesal atas apa yang sudah terjadi dan berusaha tidak mengulangi lagi termasuk akan mencoba mencari alternative survival dengan cara hidup yang lain. Saya berharap para pekerja media baik secara individu maupun kelembagaan dapat memaafkan saya.
Apa yang saya lakukan semata-mata adalah pelayanan kepada klien yang kebutuhan dan situasinya complicated sehingga memaksa saya mengambil langkah kerja seperti ini. Sekali lagi saya sungguh menyesal dan memohonkan maaf kepada semua pihak, termasuk kepada Manajemen Kobo dan Yayasan.
7. Post-action.
Atas segala bentuk kerusakan yang terjadi dan untuk memperbaiki atau mengklarifikasi situasi yang sebenarnya, saya menyediakan diri untuk men-support para pekerja media dengan langkah-langkah yang dipandang perlu dan penting sesuai kemampuan saya. Press statement ini saya yakini tidak cukup namun semoga dapat membantu menjelaskan situasi.
DIKO OKTARA