TEMPO.CO, Jakarta - Aneh tapi nyata. Ada 48 keluarga dengan kepala keluarga berpendidikan S2 dan S3 masuk di antara 3,9 juta keluarga miskin di Jawa Barat. Selain itu, ada juga anggota legislatif yang masuk daftar warga miskin.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan, data itu bakal menjadi basis data sasaran program pengentasan kemiskinan tahun depan.
“Kok miskin? Jangan-jangan memang miskin,” kata Deddy Mizwar selepas memimpin rapat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah di Bandung, Rabu, 19 Oktober 2016.
Deddy mengatakan, data terbaru keluarga miskin Jawa Barat yang diterima tengah diverifikasi karena teradapat warga miskin dengan latar belakang unik. “Ada beberapa yang perlu diverivikasi, apakah betul, atau memang keliru?” kata dia.
Menurut Deddy, Pemerintah Jawa Barat tengah menyiapkan basis data keluarga miskin itu sebagai data bersama yang akan dipergunakan semua kabupaten/kota untuk merecanakan program pengentasan kemiskinan. “Supaya anggaran yang kita keluarkan ini tepat sasaran,” kata dia.
Deddy mengaku, selama ini terkesan program pemerintah mengentaskan kemiskinan salah sasaran. Dia mencontohkan, dalam setahun Pemerintah Jawa Barat menargetkan menekan angka kemiskinan 1 persen, tapi rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir hanya berkurang 0,5 persen menjadi 8,95 persen, sementara laju pertumuhan Jawa Barat selalu di atas 5 persen. “Karena data, orang bilang banyak data, begitu diperlukan gak ada,” kata dia.
Kepala Pusat Data dan Analisa Pembangunan Badan Perencanaaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat Agus Ismail mengatakan, data kemiskinan yang terbaru diperoleh dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
“Kami coba dalami dari data yang ada itu kita lihat ada beberapa yang unik, seperti tadi dari 3,9 juta kepala rumah tangga ini ada 48 kepala rumah tangga yang berlatar belakang pendidikan S2, atau S3,” kata dia.
Data rumah tangga sasaran yang diperoleh dari lembaga itu juga merinci status pekerjaan masing-masing kepala keluarganya. “Ada sekitar 1.700 kepala rumah tangga dari 3,9 juta sekian kepala rumah tangga, dengan status pekerjaannya dalam tabel itu PNS, kemudian anggota TNI/Polri, pegawai BUMN dan BUMD, atau anggota legislatif,” kata Agus.
Data yang sama ketika didalami didapati ribuan keluarga ternyata memiliki kepala rumah tangga perempuan. “Beberapa ribu kepala rumah tangga perempuan dengan usian antara 18 tahuns ampai 25 tahun, apakah janda atau tidak, kita tidak tahu. Bahkan ada beberapa kepala rumah tangga, di bawah usia 18 tahun,” kata dia.
Agus mengatakan, keluarga miskin dengan latar belakang unik itu tersebar di seluruh Jawa Barat. “Data ini sifatnya individual, masih rahasia karena sifatnya pribadi sehingga tidak mungkin dipublikasikan begitu saja,” kata dia.
Agus mengatakan, data yang diperoleh dari TNP2K itu diterbitkan tahun 2015, dan baru diterima lembaganya pada akhir Juni 2016. “Ini update terakhir untuk program penanggulangan kemiskinan tahun 2017, kalau program tahun 2016 dan sebelumnya itu menggunakan data PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) 2011,” kata dia.
Menurut Agus, lembaganya tengah memvalidasi data unik yang diperoleh dari hasil pendalaman data basis rumah tangga sasaran yang diperoleh dari TNP2K itu. “Kami ingin mendapatkan informasi lebih lanjut, kami juga bukan meragukan data itu,” kata dia.
Agus mengatakan, lembaganya tengah memverifikasi data itu dengan mendatangi keluarga dengan latar belakang unik tersebut hingga akhir tahun ini. “Kami tidak memiliki hak dan kewajiban untuk mengoreksinya, tapi kami akan sampaikan pada pihak yang melakukan pendataan, kita dapatkan data ini dari TNP2K, nanti kami akan sampaikan pada mereka hasil validasi dari beberapa data unik ini. Biar TNP2K yang menindaklanjuti,” kata dia.
Menurut Agus, data keluarga sasaran itu akan digunakan sebagai satu data bersama dengan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat untuk menyiapkan rencana program masing-masing. “Kami inginkan satu data yang kita pakai, satu sumbernya,” kata dia.
AHMAD FIKRI