TEMPO.CO, Yogyakarta - Delegasi dari lima negara membahas soal keyakinan antaragama dan budaya di Yogyakarta, 18-19 Oktober 2016. Negara yang tergabung adalah Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia yang disingkat MIKTA. Wakil dari negara-negara ini melakukan dialog pertama kali yang diharapkan bisa membawa pesan damai ke seluruh dunia.
Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir menyatakan dialog lintas agama dan budaya MIKTA ini diinisiasi oleh Indonesia dalam upaya mengatasi ancaman keamanan, terorisme, radikalisme dan ekstrimisme. Baru pertama kali ada dialog setelah MIKTA didirikan pada 2013.
"Kerjasama MIKTA ke depan diharapkan semakin menguat, strategis dan inklusif yang melibatkan semua pihak, tidak hanya kementerian luar negeri. Semua peserta yang hadir diharapkan bisa membawa pesan damai dan bertukar pengalaman," kata A.M. Fachir saat pembukaan MIKTA Interfaith and Intercultural Dialog di Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Selasa, 18 Oktober 2016.
Tema dialog ini adalah "Strengthening Solidarity, frienship, and cooperation through Interfaith and Intercultural dialogue". Para peserta dialog berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam meningkatkan pemahaman dan mempromosikan toleransi, moderasi, serta penghormatan di antara masyarakat multi agama dan budaya.
Terutama dalam mengatasi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme. Acara ini diikuti oleh tokoh agama, budaya, akademisi, pejabat, dan masyarakat madani dari negara-negara MIKTA.
Fachir menyebutkan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai Candi Prambanan peninggalan Hindu dan dan menjadi tempat peribadatan umat agama itu. Masyarakat di sekitarnya justru mayoritas muslim. Namun keberadaan candi yang identik dengan agama Hindu itu dijaga dan dilestarikan oleh umat mayoritas muslim.
Begitu pula candi Borobudur di Magelang yang merupakan peninggalan Budha. Masyarakat di sekitarnya juga mayoritas muslim. Namun kehidupan beragama dan kehidupan toleransi dijunjung tinggi oleh masyarakat dan umat Budha.
Pesan dari Indonesia yang disampaikan adalah pesan damai dalam memupuk rasa solidaritas dan penghargaan terhadap keberagaman dalam berbagai kegiatan. Selain itu juga soal keterbukaan dan transparan pada level pemerintah maupun non-pemerintah.
Para pemuda juga diminta aktif mengambil peran dalam memupuk solidaritas antar umat beragama. Juga mengembangkan jaringan untuk saling diskusi soal toleransi dan melangkah dari berbagai perbedaan yang ada guna mendukung pembangunan berkelanjutan.
Negara-negara MIKTA, kata dia, memiliki kesamaan, sama-sama anggota G20, negara demokratis, pluralis dan mewakili kawasan masing-masing. Dialog lintas agama dan budaya menjadi penting karena di berbagai kawasan dunia menghadapi banyak tantangan terkait konflik yang mengarah ke radikalisme dan terorisme serta ekstrimisme. Ia menyontohkan juga persoalan negara lain seperti Turki yang menghadapi konflik serta harus menampung ribuan imigran dari negara yang sedang berkonflik.
"Indonesia juga menampung pengungsi dari beberapa negara seperti Timur Tengah," kata Fachir.
MUH SYAIFULLAH