TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Badan Pengawas Pemilu Nasrullah mengatakan peranan lembaga survei dan lembaga yang melakukan hitung cepat (quick count) diperlukan.
Menurut undang-undang, lembaga-lembaga ini merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat. "Sehingga tidak boleh dimatikan," ujar Nasrullah dalam diskusi publik tentang mewujudkan pilkada yang aman dan damai di Dunkin's Donut, Taman Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016.
Lembaga survei yang dibutuhkan adalah lembaga survei yang memiliki kredibilitas dan integritas yang sudah tidak diragukan lagi. Nasrullah menambahkan, lembaga survei itu harus terdata atau terdaftar dalam asosiasi lembaga survei untuk mengurangi pelanggaran. Asosiasi yang ada seperti Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia dan Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia.
Pelanggaran yang dimaksud seperti penyimpangan data, menggunakan pendekatan, metodologi, maupun pengambilan sampek (sampling) yang tidak tepat dalam rangka membangun opini publik. "Lembaga survei inilah (yang melakukan pelanggaran fatal) perlu dilakukan audit," kata Nasrullah.
Dalam hal ini, Nasrullah mengatakan Bawaslu tidak memiliki wewenang menegur lembaga survei yang melakukan pelanggaran. Pihaknya hanya dapat merekomendasi pada asosiasi lembaga, yang bersangkutan untuk bisa melakukan proses-proses penegakan hukum terhadap lembaga-lembaga itu.
Lembaga survei sering dikeluhkan keberadaannya karena beberapa lembaga memiliki kecenderungan digunakan sebagai instrumen menggalang opini publik dari pada menjalankan fungsi semestinya, yaitu menyajikan fakta.
Selain itu, terdapat sejumlah lembaga penyelenggara quick count yang dinilai menyesatkan. Hal ini dianggap dapat menyebabkan gesekan-gesekan di daerah. Maka, Bawaslu perlu memiliki aturan tegas terhadap lembaga survei atau lembaga yang menyelenggarakan quick count.
DENIS RIANTIZA | BUDI RIZA