TEMPO.CO, Semarang - Sejumlah warga Kota Semarang yang menjalani sidang pelanggaran lalu lintas mengeluhkan banyaknya calo di Pengadilan Negeri Semarang.
Calo-calo itu beroperasi sejak di area parkir, pintu masuk, hingga ruang persidangan. “Mereka ada yang setengah memaksa menawari jasa untuk mengurus persidangan pelanggaran lalu lintas,” kata Asep, warga Ngaliyan, Kota Semarang, hari ini, Ahad, 16 Oktober 2016.
Sidang tindak pidana ringan pelanggaran lalu lintas Kota Semarang digelar setiap Jumat. Selalu ada ribuan pelanggar lalu lintas yang menjalani persidangan.
Dalam pantauan Tempo, pada Jumat, 14 Oktober 2016, kendaraan warga yang ingin menjalani sidang terparkir hingga ke bahu jalan raya. Setiap Jumat ada ribuan warga yang disidang gara-gara melanggar lalu lintas. Biasanya, mereka sidang untuk membayar denda dan mengambil surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNK) atau surat izin mengemudi (SIM) yang disita kepolisian.
Sejak berada di area parkir, calo-calo sudah menemui warga yang datang. Bahkan calo-calo itu masih membuntuti warga yang meninggalkan tempat parkir untuk masuk ke Pengadilan Negeri.
Baca: Suap Anggota DPRD Kebumen Terkait Proyek Senilai 4,8 Miliar
Asep menyatakan banyaknya warga yang disidang memunculkan calo. Karena ada ribuan orang, antrean menjadi sangat panjang. Belum lagi rumit dan berbelit-belitnya proses persidangan yang dimanfaatkan beberapa orang menyediakan jasa pengurusan. Para calo ini sudah terbiasa mengurus persidangan sehingga bisa memprosesnya lebih cepat.
Asep mengaku saat datang ke pengadilan negeri sudah ditawari jasa calo. Tarif yang dikenakan lebih mahal. “Kalo diurus sendiri, tilang SIM-nya Rp 60 ribu, tapi calo minta Rp 150,” katanya.
Urutan persidangan tergantung nomor antrean. Jika datang sebelum nomor antrean, proses persidangan bisa sekitar 30 menit. Tapi, jika nomor antrean kita sudah lewat, persidangan akan memakan waktu cukup lama. Sebab, harus menunggu diulang dari awal lagi. Setiap loket biasanya untuk 500 peserta sidang.
Kendala lain, saat datang, warga akan dipusingkan dengan pencarian nomor antrean. Nomor antrean masih dipajang secara manual. Padahal warga yang disidang setiap Jumat itu bisa mencapai 2.000 orang.
Warga pun harus melihat satu per satu urutan nomor antrean. Kendala mencari nomor antrean yang manual dan membuat pusing karena berdesak-desakan bisa diatasi dengan menggunakan sistem komputerisasi. Misalnya, disediakan 10 komputer sehingga warga yang mau sidang tinggal mengetik nomor polisi dan langsung mengetahui nomor antreannya.
Simak: Berantas Pungli, Jokowi: Yang Kecil-kecil Jadi Urusan Saya
Saat di ruang sidang, sebaiknya dibuat lebih nyaman. Sistem pemanggilan seperti di bank sehingga masyarakat cukup duduk dengan tertib menunggu giliran panggilan.
Selain itu, sistem pembayaran denda administrasi masih berdesakan. Tempatnya juga tidak representatif dan tidak nyaman. “Jadi sebaiknya pembayaran dikerjasamakan dengan bank sehingga uang denda pelanggaran lalu lintas langsung bisa masuk ke kas negara,” tutur Asep.
Kepala Humas Pengadilan Negeri Semarang Sartono meminta warga tidak menggunakan calo dalam pengurusan persidangan. Pengadilan Negeri Semarang sudah menetapkan denda pelanggaran lalu lintas. Untuk kendaraan roda dua, pelanggaran satu pasal didenda Rp 50 ribu.
Jika pelanggaran pasalnya dua, ditambah Rp 10 ribu. Jika pelanggar lalu lintas tak datang, ditambah Rp 10 ribu. Adapun untuk kendaraan roda empat, dendanya dimulai Rp 60 ribu. Sartono menyalahkan jika masih ada masyarakat yang mempercayakan pengurusan sidang ke calo. “Kalau masih ada calo, ya salahnya yang mau titip (membayar melalui calo),” ucapnya.
Jumlah warga yang disidang selalu fluktuatif. Sartono menyebut kadang ada seribu orang, dua ribu, hingga pernah dalam sehari ada lima ribu orang.
Sartono setuju jika sistem pembayaran denda sidang menggunakan teknologi. “Untuk memberantas calo, harus menuju ke sana. Tapi sampai saat ini anggaran pengadaan sistem itu belum ada,” katanya.
ROFIUDDIN