TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) telah menyampaikan catatannya mengenai kondisi hak asasi manusia di Indonesia selama empat tahun terakhir kepada Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada 22 September 2016.
Peneliti Komnas HAM, Yossa A.P. Nainggolan mengatakan laporan Komnas HAM tersebut akan dipresentasikan di hadapan negara anggaota PBB lainnya. Sebanyak 193 negara akan berkumpul di forum Universal Periodic Review (UPR) atau Tinjauan Berkala Universal di Jenewa, Swiss, pada April-Mei 2017. Sidang UPR diadakan setiap empat tahun.
"Setiap negara memiliki kesempatan untuk meninjau kondisi HAM negara lainnya, dan bisa saling memberi rekomendasi," kata Yossa saat jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat, 14 Oktober 2016.
Yossa menjelaskan format catatan yang telah dikumpulkan ke Dewan HAM PBB dibatasi 2.815 kata. Isinya ada tiga poin. Pertama adalah upaya atau pencapaian pemerintah menjalankan rekomendasi UPR 2012. "Kedua, topik-topik yang baru yang tidak ada dalam rekomendasi 2012," kata Yossa.
Laporan Komnas HAM juga mencakup rekomendasi selanjutnya untuk pemerintah. Yossa menjelaskan ada 18 isu yang masuk dalam laporan Komnas HAM untuk UPR nanti. Isu dibagi dalam lima topik besar, yakni kelompok spesifik, pengesahan atau legislasi, ratifikasi, dan isu baru lainnya.
Topik-topik HAM memuat isu kebebasan berekspresi, hak hidup, dan hak untuk tidak disiksa, mendapat perlakuan kejam, tidak manusiawi, merendahkan, atau penghukuman. "Rekomendasi kami untuk isu hak hidup adalah pemerintah segera menghapuskan pidana mati dalam semua peraturan perundang-undangan dan melakukan eksaminasi terhadap seluruh putusan mati di Mahkamah Agung," ujar Yossa.
Isu lainnya yaitu memerangi impunitas, menjaga kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta penghormatan hak lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Komnas HAM juga memberi catatan khusus untuk isu masyarakat hukum adat, penyandang disabilitas, dan pembela HAM.
Untuk topik ratifikasi instrumen HAM, Komnas meminta pemerintah segera meratifikasi Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan (OPCAT), Statuta Roma, dan konvensi pengungsi 1951. Sedangkan topik legislasi nasional, Komnas meminta revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan pengesahan revisi Undang-Undang Terorisme.
Komnas HAM juga memiliki catatan mengenai kondisi HAM terkini di Indonesia. Yakni soal pendidikan dan pelatihan HAM, penggusuran, permasalahan HAM di Papua, juga bisnis dan hak asasi manusia. "Kami juga memberi rekomendasi soal hak atas kesehatan seperti jaminan kesehatan nasional dan dampak kebakaran hutan dan lahan," kata Yossa.
Penanggungjawab penyusunan laporan UPR Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, mengatakan ada beberapa kemajuan kondisi HAM Indonesia dibanding tahun 2012. "Kemajuan di level kebijakan, misalnya ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Itu salah satu progres yang luar biasa," kata Sandrayati.
Selain itu, menurut dia, pemerintah berupaya memberi penghormatan masyarakat adat di beberapa daerah. Ada juga beberapa kerja sama antara Komnas HAM dan kementerian dalam pelatihan HAM. "Intinya ada beberapa progres, ada juga yang stagnan," ujar Sandrayati.
Komnas HAM melihat persoalan serius saat ini adalah berkembangnya konflik horizontal. "Meningkatnya kelompok intoleran. Soal ini tidak dimasukkan dalam laporan ini karena masalah internal (negara) kita."
REZKI ALVIONITASARI