TEMPO.CO, Sleman -Musim hujan tiba, penambangan pasir di lereng Gunung Merapi kembali marak. Ratusan truk pengangkut pasir setiap hari hilir mudik mengangkut material. Para aktivis lingkungan pun khawatir kerusakan lereng bertambah parah karena kontrol masih lemah, meski ada penambang yang sudah mengantongi izin.
"Kalau tanpa izin jelas salah. Juga jika mengambil pasir di wilayah yang dilarang dan merusak. Tapi, pengawasannya masih lemah," kata Halik Sandera, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup DIY, Kamis, 13 Okotber 2016.
Menurut dia, pemberiam izin penambangan pasir pasti sudah dihitung volume materialnya. Jumlah yang bisa diambil dan cara pengambilannya juga sudah diatur. Tetapi, karena pengawasannya kurang, mereka bisa mengambil pasir bukan di wilayah yang diperbolehkan. Atau justru mengambil pasir dan bebatuan di sekitar sungai atau lahan masyarakat.
Kekhawatiran itu tidak berlebihan karena wilayah di lereng Merapi merupakan daerah resapan air. Sehingga sistem hidrologi akan terganggu. yang dirugikan justru masyarakat yang berada di luar wilayah penambangan terutama yang berada di wilayah yang lebih rendah.
Memang, kata dia, material akibat erupsi yang mengisi sungai-sungai di lereng gunung layak diambil, untuk normalisasi sungai. Tetapi jangan sampai kebablasan dan justru merusak lingkungan. "Penggunaan alat berat untuk penambangan pasir harus diatur dan diawasi ketat," kata dia.
Kepala Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman Heri Suprapto, mengaku sejak Juni atau Juli 2016 sudah ada izin penambangan pasir di tiga titik. Terutama di Kali Gendol. Yaitu di Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul (Glagaharjo) dan di Jambu (Kepuharjo). "Para penambang mengantongi izin di hulu Kali Gendol," katanya.
Dia memastikan, material yang diambil material erupsi yang terbawa air hujan dari hulu. Sehingga ceruk-ceruk di sungai terisi kembali. Tetapi, jika penambang mengambil pasir bukan di wilayah yang ditentukan, pasti ditindak. "Kalau di lahan warga sudah ditegaskan dilarang. Karena merupakan daerah serapan air," kata Heri.
Harga pasir per truk di lokasi penambangan mencapai Rp 680 ribu bagi penambang luar wilayah Cangkringan. Jika warga lokal maka harganya hanya Rp 550 ribu per rit (per truk).
MUH SYAIFULLAH