TEMPO.CO, Manokwari - Sejumlah masyarakat suku Arfak di Kabupaten Manokwari, Papua Barat, menjadikan senjata api sebagai maskawin pernikahan. "Tidak jarang hal itu berujung pada proses pidana lantaran senjata api yang diserahkan adalah senjata api ilegal," tulis kantor berita Antara, Kamis, 13 Oktober 2016.
Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua Andreas Deda mengaku optimistis adat pemberian maskawin senjata api bisa diganti. Pendekatan yang baik perlu dilakukan dengan masyarakat agar mereka rela mengganti budaya tersebut.
Andreas menjelaskan, budaya tersebut berlaku di sebagian masyarakat suku Arfak. Budaya ini diterapkan karena masyarakat menilai benda tersebut memiliki nilai ekonomi bagi kehidupan mereka.
"Persoalannya bukan pada barangnya. Prinsipnya benda tersebut bernilai ekonomi. Perlu pendekatan yang baik untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap senjata api tersebut," ucap Andreas dalam rapat koordinasi Komisi Kepolisian Nasional yang dilaksanakan di salah satu hotel di Manokwari, Kamis, 13 Oktober 2016.
Menurut Andreas, masyarakat Arfak mengenal senjata api sebagai alat berburu. Dengan alat tersebut, ujar dia, mereka lebih mudah memperoleh hasil. Dari situlah pola pikir masyarakat terbentuk bahwa senjata api memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Andreas meyakini masyarakat akan paham jika memperoleh penjelasan yang baik. Kasus-kasus senjata api dan beberapa konflik sosial dari kepemilikan senjata api ilegal tersebut bisa dijadikan bahan penjelasan kepada masyarakat.
Ia berpandangan, perlu sosialisasi secara intensif agar masyarakat bisa mengubah pola pikir dan paham atas dampak negatif dari benda tersebut.
Kasus kepemilikan senjata api ilegal masih cukup marak di Manokwari. Cukup banyak pula kasus kepemilikan senjata api ilegal yang sudah ditangani kepolisian.
Kondisi ini cukup meresahkan warga lantaran beberapa kasus pembunuhan terjadi dan memicu konflik sosial antarkelompok warga.
ANTARA