TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. "Sudah diputus tadi, ditolak," kata juru bicara PN Jakarta Selatan, I Made Sutrisna, Rabu, 12 Oktober 2016.
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Nur Alam sebagai tersangka pada 23 Agustus 2016. Politikus dari Partai Amanat Nasional itu diduga menerima imbal balik atas penerbitan sejumlah izin pertambangan untuk PT Anugrah Harisma Barakah, perusahaan penggarap nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
KPK menduga Nur Alam melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Pasal-pasal itu mengatur perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara bersama-sama.
Nur Alam lantas menggugat KPK atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Gugatan itu berbentuk permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut pengacara Nur Alam, Maqdir Ismail, penetapan tersangka itu tidak sah.
Maqdir mengatakan pengusutan yang dilakukan KPK menabrak kesepakatan karena Kejaksaan Agung sedang menyelidiki perkara Nur Alam. Berdasarkan nota kesepahaman KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung, kata dia, tidak boleh ada penyelidikan atas obyek yang sama.
REZKI ALVIONITASARI | MUHAMAD RIZKI