TEMPO.CO, Balikpapan - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menargetkan Provinsi Kalimantan Timur mampu swasembada beras pada 2018. Selama ini kebutuhan beras Kalimantan Timur memang masih bergantung pada distribusi dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.
“Saya targetkan Kalimantan Timur selesai urusan beras pada 2018,” kata Amran dalam kunjungan kerja ke Kalimantan Timur, Rabu, 12 Oktober 2016
Pengadaan pangan dari daerah lain, menurut dia, sangat membebani masyarakat setempat yang menanggung biaya transportasi. Menurut dia, sistem seperti itulah yang menjadi faktor utama peningkatan angka inflasi dan berdampak pada peningkatan kemiskinan masyarakat. “Ongkos distribusinya menjadi beban pembelinya. Otomatis meningkatkan inflasi dan kemiskinan,” ujarnya.
Amran menuturkan, Kalimantan Timur punya modal utama menjadi salah satu lumbung padi nasional mengingat lahan pertaniannya seluas 20 ribu hektare, serta didukung ketersediaan air sungai. Permasalahan utamanya, kata dia, adalah optimalisasi pengelolaan lahan pertanian yang belum digarap maksimal. “Lahan yang ada hanya dikelola sekali dalam setahun. Kalau dapat dikelola dua hingga tiga kali setahun, semua selesai,” ucapnya.
Amran berkomitmen melakukan modernisasi pengelolaan sawah di Kalimantan Timur dengan mengirimkan 100 pompa air serta traktor pengelola tanah. Kementerian Pertanian juga siap menanggung biaya pembukaan lahan area persawahan baru guna mewujudkan target swasembada pangan tersebut.
“Sementara ini cukup intensitas pertanian di Kalimantan Timur. Namun kalau perlu, bisa saja dibuka lahan baru. Pusat yang nanggung,” ujarnya.
Konsep swadaya pangan masing-masing daerah, kata Amran, akan dilakukan di semua provinsi Indonesia bagian timur. Dia melarang ketergantungan pangan antara masing-masing daerah yang bisa berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan. “Tidak boleh ada lagi pembelian pangan antardaerah,” tuturnya.
Kepala Dinas Pertanian Pangan Kalimantan Timur Ibrahim mengatakan masyarakat masih mengalami defisit produksi beras mencapai 123 ribu ton. Sawah-sawah di Kalimantan Timur, ujar dia, hanya mampu memproduksi 350 ribu ton dari total kebutuhan mencapai angka 480 ribu ton. “Kota di Kalimantan Timur masih mengandalkan daerah lain, seperti Balikpapan, Samarinda, dan Bontang,” ujarnya.
Permasalahan utama, menurut dia, adalah tidak adanya ketersediaan petani yang menggarap area lahan seluas 200 ribu hektare. Petani di Kalimantan Timur terus menyusut jumlahnya dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. “Dahulu jumlah petani 202 ribu, sekarang menjadi 158 ribu orang. Sudah banyak yang tua, dan anaknya enggan melanjutkan profesi orang tuanya,” tuturnya.
Namun Ibrahim optimistis petani akan menjadi profesi primadona menyusul tingginya angka pemutusan hubungan kerja belakangan ini. Dia menghitung garapan 1 hektare sawah petani mampu menghasilkan 5 ton beras seharga minimal Rp 12 juta sekali panen.
Apalagi pemerintah sudah berkomitmen menjaga harga jual produksi pangan dalam negeri. Pemerintah juga menyediakan berbagai sarana prasarana pendukung, seperti pompa air, mesin bajak sawah, bendungan, pupuk, dan kebijakan perlindungan pangan. “Program Jokowi ini bagus untuk mendongkrak produksi pangan dalam negeri. Saya yakin bisa berjalan,” ujarnya.
S.G. WIBISONO