TEMPO.CO, Ciamis - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ciamis, Jawa Barat menduga banjir disebabkan rusaknya lingkungan di hulu sungai Ciputrahaji, Sungai Cikaso, dan Citalahab di Kecamatan Pamarican. Tiga sungai tersebut meluap dan menggenang tiga kecamatan di Ciamis, masing-masing Pamarican, Banjarsari dan Purwadadi. Ketiga sungai ini bermuara ke Sungai Ciseel, lalu ke Sungai Citanduy.
"Banjir juga karena intensitas hujan sangat tinggi dua hari berturut-turut. Kemudian pendangkalan sungai dan kerusakan lingkungan," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Ciamis, Dicky Erwin Yuliadi saat dihubungi Selasa 11 Oktober 2016.
Berdasarkan informasi dari masyarakat, kata Dicky, banjir seperti ini baru terjadi lagi sejak tahun 1985 lalu. Sejak tahun 1985, tiga kecamatan tersebut tidak pernah kebanjiran. "Dulu langganan banjir di Kecamatan Padaherang dan Kalipucang (Kabupaten Pangandaran). Sekarang Pamarican, Banjarsari juga terkena," ujarnya.
Secara kasat mata, kata Dicky, di Pamarican ada lahan yang tadinya hutan berubah jadi ladang. Hutan gundul juga terlihat di Desa Purwasari, Kecamatan Pamarican. "(Bencananya) Nyaris mirip seperti di Garut, karena kerusakan lahan. Untung di sini enggak ada korban," ujarnya.
Menurut Dicky, ada lahan hutan yang berubah fungsi jadi ladang. "Awalnya hutan, tapi jadi ladang. Dipakai berladang," ujarnya.
Dicky menambahkan, banjir di Ciamis mengakibatkan sebanyak 5.870 warga terkena dampak. Rumah warga rata-rata tergenang air hingga 1 meter.
Pada banjir kemarin, sekitar 200 warga mengungsi. Namun tidak lama, Senin pagi sudah kembali ke rumah. "Banjir di Ciamis tidak lama, paling 5 jam sudah surut," katanya.
Namun hingga Selasa pagi, menurut Dicky, masih ada 6 kepala keluarga yang mengungsi di Purwasari, Kecamatan Banjarsari. Rumah mereka masih tergenang.
Agar banjir tidak terulang, Dicky menyarankan, sungai tersebut perlu dikeruk. Sebenarnya, kata dia, sungai tiap tahun dikeruk oleh BBWS Citanduy dan Ciwulan. "Tapi enggak tahu kewalahan atau bagaimana (banjir tetap terjadi). (Pengerukan) Belum efektif," katanya.
Lebih lanjut, Dicky menjelaskan, daerah rawan bencana longsor ada di Ciamis bagian utara, yakni Kecamatan Panawangan, dan Rajadesa. Di Ciamis utara mayoritas tanahnya berbukit-bukit. "Kalau daerah rawan banjir ada di Pamarican, Banjarsari dan Purwadadi," katanya.
Untuk kerugian akibat banjir, Dicky mengaku pihaknya masih menginventarisir. "Masih didata," kata dia.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pangandaran, Nana Ruhena menjelaskan, penyebab banjir dan tanah longsor di wilayahnya karena hujan deras yang turun sejak Sabtu sore, 8 Oktober 2016. "Intensitas hujan tinggi," katanya.
Disinggung ihwal kerusakan lingkungan, Nana mengakui hal tersebut terjadi di daerahnya. Hanya saja tidak banyak dan separah di Kabupaten Garut. "Tidak seperti di Garut," katanya.
Akibat bencana banjir, menurut Nana, sebanyak 3.807 kepala keluarga terkena dampak. Bahkan sebanyak 620 kepala keluarga atau 1905 jiwa sempat mengungsi. "Sekarang sudah pada pulang. Ada 70 KK yang masih mengungsi karena daerahnya masih terendam," ujarnya.
Untuk daerah rawan bencana, Nana menjelaskan, hampir semua kecamatan di Pangandaran rawan bencana. Bencana tersebut di antaranya longsor, banjir, puting beliung dan tsunami. "Hampir semua rawan," kata dia.
CANDRA NUGRAHA