TEMPO.CO, Surabaya - Kuasa hukum Dahlan Iskan, Pieter Talawai, mengatakan kejaksaan terburu-buru mencekal kliennya ke luar negeri. Dia juga menganggap kejaksaan berlebihan. "Seharusnya kejaksaan biasa saja, tak harus mencekal," ujarnya saat dihubungi, Jumat, 7 Oktober 2016.
Pieter menjelaskan, Dahlan pasti akan datang jika dipanggil kejaksaan. Tapi, saat dua kali dipanggil kejaksaan, Dahlan sedang di luar negeri. Keberadaan Dahlan di luar negeri tersebut, dia melanjutkan, sebelum ada surat pemanggilan dari kejaksaan. Bukan sebaliknya. "Lagi pula kami selalu memberi tahu kejaksaan alasan Pak Dahlan tak memenuhi panggilan," ujarnya.
Saat ini, menurut Pieter, Dahlan sudah ada di Indonesia. Tapi dia sama sekali belum pernah bertemu ataupun berkoordinasi soal pencekalan itu. "Nanti saya akan koordinasi dengan Pak Dahlan, ini saya masih di Jakarta," tuturnya.
Ihwal rencana pemanggilan jaksa pada 17 Oktober mendatang, Pieter mengaku sudah tahu. Peter berujar akan menyampaikannya kepada Dahlan. "Yang jelas, selama di Indonesia, Pak Dahlan pasti datang," ucapnya.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mencekal mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara tersebut ke luar negeri untuk memperlancar penyidikan soal dugaan korupsi penjualan aset salah satu badan usaha milik daerah Jawa Timur, yaitu PT Panca Wira Usaha (PT PWU). "Kami serahkan surat itu ke Kemenkumham dan Kejaksaan Agung," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Romy Arizyanto.
Romy menjelaskan, pada 17 Oktober, Dahlan akan kembali dipanggil untuk ketiga kalinya. Jika tidak datang lagi, Dahlan akan dipanggil paksa meski berstatus saksi.
Alasannya, dalam perundang-undangan, jika saksi dan tersangka sudah dipanggil lebih dari dua kali tapi tetap tidak datang, penyidik kejaksaan dapat memerintah menghadirkan secara paksa.
Dahlan hendak diperiksa kejaksaan soal dugaan korupsi pelepasan aset PT PWU. Dahlan sendiri menjabat direktur utama selama satu dasawarsa, 1999-2009. Kejaksaan telah menetapkan Ketua Biro Aset PT PWU sebagai tersangka.
EDWIN FAJERIAL