TEMPO.CO, Malang - Sahat M. Pasaribu sempat terlihat sangat pucat dan linglung sebelum meninggal di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) pada Sabtu dini hari tadi, 8 Oktober 2016. Sejumlah kawannya sebelumnya juga melihat kondisi kesehatan pendaki asal Depok berusia 23 tahun itu sempat memburuk.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Balai Besar TNBTS Antong Hartadi. “Dari laporan yang kami terima dari kawannya (Luki Prasetia), korban meninggal karena sakit,” kata Antong, Sabtu, 8 Oktober 2016.
Antong kemudian menjelaskan awal kedatangan rombongan Sahat dan 12 rekannya di Kantor Resor Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Ranupani di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, pada Rabu siang lalu. Ranupani menjadi pos perizinan dan pengecekan bagi semua pengunjung alias menjadi pos pertama dari sepuluh rute pendakian ke Semeru yang berada di ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Setelah melakukan registrasi dan mengikuti briefing, serta makan siang, mereka meninggalkan Ranupani pada pukul 16.00 WIB. Pukul 21.30 WIB rombongan tiba di Ranu Kumbolo, pos keempat yang menjadi basecamp peristirahatan yang berjarak 10 kilometer dari Ranupani dan berada di ketinggian 2.390 mdpl. Mereka berbagi tugas mendirikan tiga tenda, memasak, dan kemudian beristirahat di sana.
Rombongan melanjutkan perjalanan ke Kalimati pada Kamis, 6 Oktober, pukul 11.00 WIB. Sampai di Cemorokandang—pos keenam di ketinggian 2.500 mdpl dan berjarak 11,5 kilometer dari Ranupani dengan vegetasi cemara gunung—rombongan terbagi dua.
Luki Prasetia melakukan pendakian lebih. Sedangkan 12 anggota rombongan lainnya menyusul dan mereka tiba di Kalimati pukul 16.00 WIB. Di basecamp peristirahatan yang berada di ketinggian 2.800 mdpl dan berjarak 14,9 kilometer dari Ranupani ini mereka kembali mendirikan tenda untuk beristirahat di sekitar pondok pendaki. Pukul 7 malam mereka makan di dalam tenda masing-masing saat kondisi cuaca sedang gerimis dan angin bertiup kencang.
Pada hari Jumat, 7 Oktober, pukul 01.00 WIB, Luki bertanya pada kawan-kawannya apakah akan naik ke puncak Semeru atau tidak. Sepuluh orang membatalkan perjalanan ke puncak. Hanya Luki bersama Okky Rahmawati dan Dimas Regaeloni yang meneruskan pendakian ke Mahameru, nama puncak Gunung Semeru, pada malam dinihari itu. Mereka kembali bergabung di Kalimati pukul 9 pagi.
Saat itu Luki baru mengetahui kondisi kesehatan Sahat memburuk. Luki dan kawan-kawan mengira Sahat mengalami masuk angin karena dari kemarin muntah terus sehabis makan dan akhirnya ogah makan. Luki memaksa Sahat agar mau makan. Sahat pun diberi jamu dan satu siung bawang putih untuk dimakan agar tidak masuk angin.
Sahat bersedia makan nasi, tempe, nugget, kentang, dan minum teh tawar panas. Tapi dia tetap muntah-muntah. Sahat kemudian diberi selimut blanket (terbuat dari plastik) untuk menghangatkan tubuhnya dalam posisi duduk.
Saat kawan-kawannya mengemasi barang-barang bawaan sebelum turun ke Ranupani, Sahat tidur di luar tenda dengan beralaskan tutup tenda (flysheet) dan menggunakan sleeping bag satu rangkap.
Pukul 12 siang, mereka bergerak menuju Ranupani. Namun, baru sekitar 200 meter dari pondok pendaki di Kalimati, persisnya di dekat plang penunjuk arah Kalimati, Sahat sudah tidak kuat berjalan.
“Kata kawannya yang melapor, sebelum meninggal korban sudah tampak pucat sekali, bengong, linglung, pandangan kosong, dan sudah tidak kuat berjalan. Beberapa anggota tim mencoba menggendong korban tapi hanya kuat sampai 15 meter saja,” kata Antong.
Akhirnya, kata Antong, tim memutuskan Luki bersama Okky dan Dimas untuk mencari bantuan ke Ranupani. Sedangkan sisa anggota rombongan berusaha membawa Sahat ke Jambangan, lokasi jalur pendakian ketujuh di ketinggian 2.700 mdpl yang didominasi pohon mentigi dan padang rumput atau sabana yang berjarak 13 kilometer dari Ranupani atau hampir 2 kilometer dari Kalimati.
Dalam perjalanan ke Ranupani, Luki meminta Okky dan Dimas untuk tinggal di Ranu Kumbolo dan mendirikan tenda, menanti kedatangan anggota rombongan lainnya. Luki kemudian melanjutkan perjalanan dan tiba di Ranupani pada pukul 5 sore dan lalu kembali bersama tim penolong.
ABDI PURMONO