TEMPO.CO, Tuban - Tujuh santri Pondok Pesantren Langitan, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, hilang setelah perahu yang mereka tumpangi terbalik di Bengawan Solo, Jumat, 7 Oktober 2016.
Kepolisian Sektor Babat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lamongan melakukan pencarian di sekitar jembatan penghubung Kecamatan Babat-Widang. Saat perahu terbalik, kondisi permukaan air sungai sedang pasang.
Menurut petugas santri yang naik perahu sebanyak 25 orang. Dari jumlah tersebut 18 santri sudah diketemukan. “Tujuh orang dalam pencarian,” ujar Kepala Kepolisian Sektor Babat Komisaris Shodikin pada Tempo.
Informasi di lapangan menyebutkan, 25 santri pada pukul 09.15 hendak pergi ke pasar dengan naik perahu. Para santri biasanya belanja ke Pasar Babat yang lokasinya berseberangan dengan Bengawan Solo dan berjarak sekitar satu kilometer.
Baca: 16 Polisi Bunuh Diri, Ini Kata Jenderal Tito
Untuk menuju ke pasar, para santri lebih memilih menyeberang sungai dengan naik perahu. Saat para santri menyeberang itulah tiba-tiba perahu oleng dan miring. Dalam hitungan detik, perahu terbalik dan para santri tercebur.
Sejumlah korban berhasil menyelamatkan. Namun, derasnya arus yang tengah pasang membuat tujuh santri terseret. Hingga pukul 13.45, tujuh santri yang terseret arus sungai belum diketemukan.
Menurut Camat Babat Fadeli Purwanto, pencarian masih dilakukan tim gabungan dari BPBD serta Polres Lamongan dan Tuban. Lokasi pencarian berada di sekitar jembatan penghubung Babat-Widang. “Ya, masih dicari,” ujarnya singkat.
Pondok Pesantren Langitan pernah dipimpin Kyai Haji Abdullah Faqih, salah satu ulama Nahdlatul Ulama yang disegani. Fatwa-fatwanya sering menjadi rujukan Presiden Gus Dur kala itu. Salah satu pondok pesantren tertua di Jawa Timur ini mempunyai sekitar 6.000 santri.
SUJATMIKO