INFO MPR - Penataan sistem ketatanegaraan seperti yang diamanatkan MPR periode 2009-2014 memiliki cakupan yang sangat luas. Bukan hanya persoalan reformulasi GBHN, melainkan juga persoalan penguatan sistem presidensial dan penguatan DPD.
Sebelas rekomendasi MPR yang tertuang dalam Keputusan MPR Nomor 4 Tahun 2014 merupakan aspirasi masyarakat. Namun pembahasannya harus dipilah agar sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pernyataan itu disampaikan H. Yus Yus Kuswandana, anggota lembaga pengkajian MPR RI saat menjadi narasumber pada diskusi MPR Rumah Kebangsaan bertema “Menata Sistem Ketatanegaraan” di Jakarta, Kamis, 6 Oktober 2016, bersama pimpinan kelompok DPR MPR RI Insiawati Ayus. Menurut dia, sistem ketatanegaraan yang ada sekarang merupakan yang terbaik untuk Indonesia saat ini. Sebab, sistem tersebut menjamin berlangsungnya mekanisme check and balances. Terlebih setelah MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara. “Karena itu, saya cukup memahami kemauan teman-teman untuk mengupayakan penguatan DPD. Tapi hendaklah bersabar, jangan terburu-buru, supaya tidak terjadi hal-hal buruk yang tak diinginkan,” kata Yus Yus.
Yang terpenting, menurut dia, DPD harus menjamin bahwa komunikasi politik dengan kalangan DPR dan partai politik berlangsung dengan baik. Ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman, baik di kalangan DPR maupun partai politik.
Senada dengan Yus Yus, Insiawati mengakui komunikasi politik yang baik akan mempengaruhi hasil yang dicapai. Karena itu, para pimpinan dan anggota DPD harus terus melakukan pendekatan serta berkomunikasi dengan DPR dan pimpinan parpol. Menurut dia, hingga kini ada saja anggota masyarakat yang memandang curiga wacana penguatan DPD dengan menganggap DPD hanya mau meminta kesetaraan kekuasaan. “Yang benar, penataan oleh DPD memiliki maksud untuk berbagi beban kerja, bukan berbagi kekuasaan,” tuturnya.
Insiawati mengatakan DPD tidak mungkin ikut dalam semua kegiatan legislatif seperti yang selama ini dilakukan DPR. DPD hanya akan berperan serta di bagian tertentu saja, misalnya otonomi, sumber daya alam, dan sumber daya manusia. “Keinginan ini dilandasi tujuan yang jelas, untuk membangun efektivitas yang lebih besar bagi lembaga legislatif,” ujarnya. (*)