TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara senior Todung Mulya Lubis mengatakan Pasal 219 dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini. Menurut dia dengan atau tanpa pasal itu, tidak ada yang bisa mencegah penyebaran paham komunisme di Indonesia.
"Karena sosial media sudah marak," katanya dalam rapat dengar pendapat bersama panitia kerja RUU KUHP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2016.
Pasal 219 mengatur tentang larangan seseorang menyebarkan paham komunisme atau Marxisme dan Leninisme. Pelaku yang menyebarkan paham itu dengan tujuan mengubah Pancasila sebagai dasar negara, terancam pidana penjara tujuh tahun.
Todung merasa tidak melihat hal yang rasional dari pasal tersebut. Sebab, saat ini ideologi komunisme sudah bangkrut. "Komunisme cuma laku di Korea Utara," kata Todung mengutip pernyataan mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat TNI Kiki Syahnakri.
Ia melihat rumusan pasal itu saat ini terlalu longgar dan berpotensi terjadi kriminalisasi. "Nanti tidak bisa pentaskan drama, film, diskusi atau launching buku karena diduga menyebarkan komunis," ucap Todung.
Wakil Ketua Panja KUHP Benny Kabur Harman sebelumnya meminta penjelasan terkait larangan paham Marxisme-Leninisme ini. "Apa yang sebetulnya dilarang dari ajaran ini. Kami kesulitan membuat formulasi rumusannya," ujarnya.
Anggota Panja dari Fraksi Partai Golkar Syaiful Bahri Ruray mengatakan Pasal 219 tidak akan dihapus. Menurut dia adanya pasal itu didasari dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) nomor 25 tahun 1996 tentang larangan komunisme. "Pak Todung melihatnya aspek kekinian, kami melihatnya lewat sejarah," tuturnya.
AHMAD FAIZ