TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat hukum La Nyalla Matalliti, Aristo Pangaribuan, mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi yang hadir memantau sidang kasus korupsi dana hibah Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur.
"Ya, bagus dong disupervisi, karena kami mau persidangan yang betul-betul fair dan transparan," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2016.
Menurut Aristo, sudah tugas KPK berkoordinasi dengan penegak hukum lainnya terkait dengan perkara korupsi. Sebab, pelaku korupsi pastinya bukan orang biasa.
Namun, kata Aristo, kasus La Nyalla tergolong korupsi biasa. Sebab, nilai kerugian negara yang ditimbulkan hanya Rp 1,1 miliar. "Jadi, kalau dilihat secara nominal, ya biasa-biasa aja, relatif kecil," ujarnya.
Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif menghadiri sidang La Nyalla, Rabu siang. Syarif mengatakan kehadirannya merupakan bentuk koordinasi dan supervisi antara KPK dan Kejaksaan Agung. "Ini permintaan khusus dari Kejaksaan, maka kami membantu Kejaksaan," tuturnya.
Simak: KPK Akhirnya Cabut Status Cegah Sunny dan Anak Aguan
Menurut Syarif, lembaga antirasuah selalu memperhatikan setiap perkara korupsi. Perhatian itu, kata dia, sudah diberikan sejak tahap penyelidikan hingga penyidikan. Namun, khusus untuk kasus La Nyalla, Syarif mengatakan Kejaksaan Agung meminta KPK memantau hingga tahap penuntutan.
Bagi Syarif, kasus La Nyalla memiliki keunikan. Sebab, tiga kali praperadilan di Pengadilan Negeri Jawa Timur, La Nyalla selalu menang. "Bahkan, menurut Kejaksaan, minta dokumen agak susah di Jawa Timur. Makanya KPK ingin membantu Kejaksaan," ucapnya.
La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2016. Mantan Ketua Kadin Jawa Timur itu disangka menggunakan dana hibah Kadin Jawa Timur untuk membeli saham perdana di Bank Jatim senilai Rp 5,3 miliar. Selain itu, dia disangka melakukan tindak pidana pencucian uang atas dana hibah Kadin Jawa Timur pada 2011 sebesar Rp 1,3 miliar.
MAYA AYU PUSPITASARI