TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tak mempermasalahkan jika kewenangan TNI tidak dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Terorisme. "Kalau undang-undang tidak memberi ruang, ya enggak masalah. Panglima TNI tertinggi itu undang-undang," kata dia di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu, 5 Oktober 2016.
Gatot melanjutkan, yang terpenting dalam revisi Undang-Undang Terorisme adalah definisi teroris dan terorisme. Untuk memberikan penjelasan teroris dan terorisme, ucap Gatot, dia menyarankan penyusun draft undang-undang mempelajari kasus terorisme di Libya, Syria, Iran, dan Rusia.
Alasannya, menurut dia, di negara tersebut terorisme dianggap sangat berbahaya dan berpotensi memporak-porandakan keutuhan negara. Setelah itu, kata Gatot, baru pembahasan revisi undang-undang yang dilakukan di Dewan Perwakilan Rakyat menentukan apakah TNI perlu memiliki kewenangan dalam menangani terorisme atau tidak.
Menurut Gatot, apabila terorisme dianggap sebagai tindaka pidana, baik luar biasa atau tidak, maka tidak ada perubahan dalam penanganan terorisme alias polisi masih lebih berperan. Namun, jika terorisme dianggap sebagai kejahatan terhadap negara, maka TNI bisa masuk untuk menangani terorisme.
"Jadi saya tegaskan, yang paling penting adalah pastikan definisi teroris dulu. Kalau pidana, maka negara ini jadi tempat aman untuk teroris karena melakukan kejahatan dulu baru ditindak kan," ujar Gatot mengakhiri.
Sampai saat ini, pembahasan revisi Undang-Undang Terorisme masih mengambang. Salah satu penyebabnya adalah keberadaan pasal terorisme di revisi Kitab Udang-undang Hukum Pidana. Hal itu ditakutkan akan membuat Undang-Undang Terorisme dan KUHP tumpang tindih.
Penyebab lainnya, tidak semua pihak berkeinginan memasukkan keterlibatan TNI dalam UU tersebut. Direktur Imparsial Al Araf misalnya, beranggapan bahwa lebih baik menyusun draf UU Perbaruan TNI dibanding memasukkan TNI ke dalam RUU Terorisme dengan menganggap terorisme bukan pidana.
ISTMAN MP
Baca juga:
Kerap Kecolongan, TNI Prioritaskan Pertahanan di 5 Pulau Ini
Ahok Kalah, MA Kabulkan Kasasi Pedagang Thamrin City